JAYAPURA, FP.COM – Asosiasi Kepala Kampung Kabupaten Yahukimo meminta kepada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia dalam hal ini Dirjen Bina Pemerintahan Desa, untuk segera menanggapi masalah pencairan Dana Desa Tahap I, II dan III Tahun anggaran 2021 yang hingga kini belum terealisasi.
Permintaan ini disampaikan Ketua Asosiasi Kepala Kampung Kabupaten Yahukimo, Eneas Asso dan Juru Bicara Asosisasi Kepala Kampung Kabupaten Yahukimo, Lanius Yalak.
Kata Eneas Asso, mandeknya pencairan dana desa ini berdampak pada pembangunan di tingkat kampung di mana kampung belum bisa melaksanakan program kegiatan tahun 2021 yang hanya tinggal tiga bulan.
“Transfer dana desa diperuntukkan bagi Bantuan Langsung Tunai (BLT), Covid 19 sebesar Rp 144,1 Miliar atau 35% sudah ada di rekening desa/kampung. Namun sampai saat ini belum direalisasikan sehingga berdampak pada pembangunan di kampung,” ungkap Asso, saat memberikan keterangan pers Minggu (19/09/2021) di Jayapura.
Apalagi tahun anggaran 2021, kata Asso tinggal tiga bulan, dan kondisi Geografis di Yahukimo sangat sulit terjangkau oleh transportasi darat.
“Kabupaten Yahukimo memiliki 51 distrik. Hanya tiga distrik yang bisa dilalui jalan darat yaitu Distrik Dekai Ibu Kabupaten Yahukimo, Distrik Kurima dan Distrik Seredala, sedangkan 49 distrik lainnya harus mengunakan transportasi udara,” terangnya.
Bagian ini, lanjutnya, tidak dipikirkan secara professional, konsisten serta terstruktur, tetapi pemerintah sepertinya lebih mengutamakan kepentingan politik praktis yang sangat kental dan kepentingan umum diabaikan.
“Dana desa penting sekali untuk masyarakat Yahukimo, oleh karena itu harus segera diproses pencairannya sesuai dengan waktu yang telah di tentukan oleh pemerintah pusat,” katanya.
Ia mengatakan, Pilkades di Kabupaten Yahukimo sudah selesai sesuai dengan Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 72 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri nomor 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa.
“Kabupaten Yahukimo telah melaksanakan Pilkades dan Pengambilan Sumpah Janji oleh 517 Kepala Kampung, dengan surat Keputusan Bupati Nomor 147 pada tanggal 25 Maret tahun 2021, sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kementerian Dalam Negeri Cq. Dirjen Pemerintahan Desa, No 141/6698/sj, yang dihadiri oleh Forkompimda Kabupaten Yahukimo,” jelasnya.
Namun,lanjutnya, Bupati Kabupaten Yahukimo Didimus Yahuli, tidak mengakui SK 147 dan akan melakukan pemilihan kepala desa ulang tanpa pemberhentian SK nomor 147, padahal SK 147 itu dilantik oleh Bupati devinitif periode 2016-2021.
“Seharusnya pemerintahan yang baru tinggal menjalankan tugasnya berdasarkan UUD 1945 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah serta UU Nomor 30 tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan, namun tidak menghiraukan peraturan tersebut, malah melakukan tindakan sewenang-wenang,” katanya.
Asso mengakui, Pilkades Kabupaten Yahukimo sudah selesai, kemudian pemerintah pusat mengintruksikan kepada Bupati atau Wali Kota Seluruh Indonesia untuk penundaan Pelaksaan Pilkades Serentak oleh Menteri Dalam Negera Nomor :141/4251/Sj tertanggal 9 Agustus 2021. Hal ini ditujukan kepada kabupaten kota yang belum melakukan pilkades bukan untuk kabupaten kota yang sudah melaksanakan pilkades seperti di Yahukimo, pelantikan kepala desa dilakukan 25 Maret 2021 sementara surat penundaan pilkades keluar tanggal 9 Agustus 2021.
“Seharusnya jika merasa dirugikan, 14 hari setelah pelantikan kepala desa bisa mengajukan gugatan, tetapi itu tidak dilakukan. Berarti tidak keberatan, dan menerima karena saat pelatikan pun disaksikan oleh Forkompimda,” sambung Juru Bicara Asosisasi Kepala Kampung Kabupaten Yahukimo, Lanius Yalak.
Dan yang terjadi saat ini, nilai Lanius, pemerintah Yahukimo memaksakan dan mengatasnamakan 10 kepala kampung mendaftarkan gugatan ke PTUN Jayapura, padahal gugatan tersebut sudah kadarluasa karena sudah 99 hari.
“Dari 10 kepala kampung ini dua nama penggugat namanya ada di SK 147, jadi pengguggatnya hanya 8 orang. Disini kami bisa simpulkan ada permainan dari orang lain,” katanya.
Delapan kampung yang menggugat ini tidak bisa mewakil 517 kepala kampung sehingga levelnya turun menjadi sengketa pilkades.
“Sengketa pilkades ini artinya desa lama gugat desa baru atau “menggugat kampung itu sendiri”. Tidak pengaruh dengan SK 147 karena konstitusi menjamin,” katanya.
“Tim Asosiasi 517 Kepala Kampung Se-Kabupaten Yahukimo sudah melakukan demo sebanyak 13 kali dan 15 kali Audiensi ke Pemerintah Kabupaten Yahukimo, Kepolisian Kabupaten Yahukimo, DPRD Kabupaten Yahukimo, Kepala Bank Papua Cabang Yahukimo secara berturut-turut dari bulan Juli hingga September 2021, “ terang Lanius kemudian.
Namun, lanjutnya, hingga saat ini belum direspon, dan sepertinya pemerintah mementingkan kepentingan politik, dari pada pembangunan kampung.
“Kami menyurat kepada DPR RI Komisi II Perwakilan Papua (Alm. Jhon Mirin), Mendagri menanggapi serius dan membalas surat kepada pemerintah daerah, namun sampai saat ini tidak ditindaklanjuti atau diabaikan,” katanya.
Oleh karena itu, Asosiasi 517 Kepala Kampung se-Kabupaten Yahukimo mengharapkan dan meminta kepada Mendagri, Dirjen Bina Pemerintahan Desa, Menteri PDT, Menteri Keuangan, Anggota DPR RI Dapil Papua Komisi II, KPK, dan Polda Papua Bagian Tipikor untuk melihat serius kepada 517 kepala kampung yang belum bisa memproses realisasi Dana Desa tahun anggaran 2021, guna penyelenggaraan pemerintahan kampung, pembangunan kampung, pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan bencana darurat dan mendesak.
“Dan kami minta, kementerian terkait untuk datang melihat langsung dan bertemu dengan 517 kepala kampung se kabupaten Yahukimo,” pungkasnya. (Frida)