JAYAPURA, FP.COM – Seperti diberitakan Fokus Papua sebelumnya, menyusul keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) 106 tahun 2003, di samping tujuh (7) sekolah luar biasa, ada tujuh (5) sekolah kejuruan berlabel sekolah khusus yang akan menjadi kewenangan Provinsi Papua.
Lima sekolah tersebut adalah SMA N 3 Buper Waena Kota Jayapura yang akan menjadi (Sekolah Khusus Papua Go Global), SMANKOR Buper Waena (Sekolah Khusus Keberbakatan Olahraga Papua), SMKN 1 Pariwisata Kota Jayapura (Sekolah Khusus Kepandaian dan Keterampilan Perempuan Papua), SMKN 4 Agribisnis dan Agroteknologi Koya (Sekolah Khusus Agribisnis dan Agroteknologi Papua), dan SMKN 2 Maritim Biak Numfor akan menjadi Sekolah Khusus Perikanan dan Kelautan Papua.
Dalam masa singkat ini, persiapan pengelolaan sekolah khusus ini terus digenjot oleh Dinas Pendidikan, Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPPAD). Langkah maju diperlihatkan dengan kesiapan petunjuk teknis yang draftnya telah diajukan ke meja gubernur untuk ditetapkan sebagai sebuah keputusan (SK).
Menunggu SK tersebut, sosialisasi ke bawah juga dijalankan. Kemarin, Rabu 1 Maret 2023, dinas pendidikan mensosialisasikan petunjuk teknis pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB), kalender pendidikan dan lainnya kepada semua sekolah tersebut. Kegiatan ini digelar di aula SMKN 1 Jayapura.
“Kita ini berjalan serentak dengan menyiapkan regulasi, baik otsusnya dan regulasi teknisnya sampai ke penerimaan peserta didik, kalender pendidikan, penetapan perubahan nomenklatur, semua serentak berjalan,” kata Kepala DPPAD Provinsi Papua Protasius Lobya.
Lobya berharap, jika semuanya dapat berjalan mulus, maka tidak akan ada keterlambatan saat penerimaan siswa baru nantinya. Hal terpenting dari pembahasan juknis ini menurut Lobya adalah menyatukan pandangan dinas dan tenaga pendidik dalam konteks kekhususan sehingga nantinya sekolah khusus tersebut dapat melakukan penerimaan peserta didik baru sebagaimana roh otonomi khusus bagi orang asli Papua (OAP).
“Nah hari ini kita sedang membahas tentang petunjuk teknis penerimaan peserta didik baru yang notabene beberapa pasal dan ketentuan dasar itu sangat mengikat tentang persyaratan orang asli Papua di dalam kelas-kelas khusus maupun kelas regular. Karena sekolah ini kita rubah nama sekolah menengah kepada nomenklatur sekolah khusus maka penerimaan peserta didik juga diprioritaskan untuk orang asli Papua,” ujar Lobya.
Dalam konteks kekhususan itu pula, Lobya mewanti-wanti pihak sekolah agar memegang integritas guna mengakomodir kuota yang telah ditetapkan di dalam juknis PPDB.
”Tidak boleh lagi ada rekomendasi, tidak ada titipan karena untuk sekolah khusus, kelas khusus, sudah diatur berdasarkan kuota orang asli Papua per kabupaten kota di Provinsi Papua. Sekolah khusus ini pembiayaannya murni Otsus maka kita harus atur kuota untuk orang-orang yang di Mamberamo Raya, Waropen, Serui, Supiori, Biak, Sarmi, Keerom, Kota dan Kabupaten Jayapura ada keterwakilan dalam sekolah-sekolah khusus,” tegasnya. (*)