JAYAPURA,FP.COM- Pemekaran propinsi Papua hingga saat ini masih menjadi polemik bagi masyarakat Papua. Antara ya atau tidak, sekarang kembali melihat kondisi masyarakat Papua, akankah pemekaran ini memberi kesejahteraan bagi masyarakat Papua ?
Hal ini mendapat perhatian khusus dari anggota DPR propinsi Papua John Gobai. Saat dihubungi via whatsapp, Jumat (22/04/2022), mengatakan sejumlah pihak berpendapat pemekaran Papua diduga sebagai jawaban dari aksi protes rasisme tahun 2019, namun sama sekali tidak, karena martabat orang Papua tidak sama dengan sebuah pemekaran.
“Sejumlah pihak berpendapat rencana pemekaran saat ini diduga sebagai jawaban dari aksi Protes tindakan Rasisme tahun 2019 yang terungkap dalam pertemuan 62 Orang Papua yang bertemu Presiden Joko Widodo, pada bulan September tahun 2019, maka ini tentu bukan jawaban yang tepat, karena harga diri dan martabat orang Papua tidak sama dengan sebuah Pemekaran,” ujar John Gobai.
Anggota DPR Papua ini bahkan mengatakan Pemekaran sebaiknya dilakukan secara normal direncanakan secara baik oleh Pemerintah Daerah dan Masyarakat Papua tentu sesuai dengan Pasal 76 ayat 1 UU No 2 tahun 2021 dan PP No 106 tahun 2021 dan UU Otsus dilaksanakan sungguh sungguh, jika dipaksakan oleh DPR RI dan Pemerintah maka tentu bertentangan dengan Teori Desentralisasi Asimetris dan Pasal 18B ayat 1 UUD 1945 dan tentu akan menimbulkan resistensi yang kuat di Papua, seperti di Timika pada tahun 2003. Dan untuk tahun 2022, di Yahukimo telah membuat 2 orang meninggal dunia dan lainnya luka luka,di Nabire juga tertembak, di jayapura masyarakat juga mengalami kekerasan oleh oknum aparat. Tarik menarik soal Nabire, apakah masuk Papua Tengah atau Papua Utara, ada juga di Tabi yang menolak Pegunungan Bintang gabung ke provinsi induk. Dengan fakta di atas, kami meminta agar pengusul RUU dan BALEG DPR RI agar menarik kembali Draft RUU dan tidak dibawah ke Rapat Paripurna DPR RI.
Ia menambahkan, berdasarkan Pasal 18B ayat 1 UUD 1945 dan Sesuai dengan Pasal 76 ayat 1 UU No 2 tahun 2021 tentang Perubahan kedua UU No 21 tahun 2001 sebaiknya proses pemekaran dikembalikan ke daerah, sambil dilakukan pemekaran sejumlah kabupaten dan penyelesaian akar masalah di Papua tak pernah diselesaikan bahkan yang tidak pernah ada upayanya, akar masalah itu adalah Distorsi Sejarah dan Penyelesaian Pelanggaran HAM. Harusnya permasalahan ini menjadi bagian Rencana Program Kerja Nasional Indonesia (RPJMN),” tambah John Gobai.
Sebagai putra Papua mengajak pemerintah propinsi Papua, MPR, dan DPR Papua harusnya terbuka dan membuka diri atas berbagai usulan pemekaran. “Pemerintah Provinsi Papua, MRP dan DPR Papua juga harusnya terbuka dan membuka diri untuk menerima usulan masyarakat,” tandasnya.
Menurutnya, perlu ada kajian yang mendalam melihat kelayakan daerah. Pemerintah Kabupaten/Kota juga juga harus dapat menyiapkan sarana dan prasarana, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) di semua kabupaten agar tidak tergantung pada transfer dana pusat,termasuk penyiapan regulasi yang berpihak pada eksistensi Orang Asli Papua dan juga penataan daerah terutama permasalahan tapal batas. (erens)