JAYAPURA, FP.COM – Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua, Nerius Auparay mendorong pemerintah daerah secara serius melakukan intervensi dalam percepatan penurunan stunting di Provinsi Papua. Hal itu dipandang perlu mengingat tingginya angka prevalensi stunting di Papua yaitu 34,6 persen, jauh di atas nasional yang menukik tajam di angka 21,6 persen.
“Kami harapkan kepada pejabat daerah ikut memberikan dukungan yang positif sehingga percepatan penurunan stunting di tahun 2024 sudah turun,” ujar Nerius kepada awak media di sela-sela kegiatan Forum Koordinasi Jurnalis, Selasa (12/9), di Jayapura.
Dari hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka prevalensi stunting di Provinsi Papua mengalami kenaikan 5,1 persen menjadi 34,6 persen dari 29,5 di tahun 2021. Meski begitu terjadi penurunan 2,1 point. Untuk 9 kabupaten/kota di Provinsi Papua, Nerius merinci:
Kabupaten Jayapura turun dari 29,5 menjadi 20,2 persen (-9,30 persen), Kepulauan Yapen dari 33,1 menjadi 31,1 (-2 persen), Biak Numfor dari 34,0 menjadi 27,3 (-6,70 persen), Sarmi dari 32,7 turun menjadi 25,6 persen, Keerom dari 30,5 persen menjadi 25,9 persen (-4,6 persen), Waropen dari 26,0 persen menjadi 22,2 (-3,8 persen), sementara Kota Jayapura dari 22,9 persen turun menjadi 20,6 (-2,30 persen).
Dua kabupaten lainnya mengalami kenaikan 10,5 persen untuk Supiori dari yang sebelumnya 29,7 persen naik menjadi 40,2 persen. Sementara, Kabupaten Mamberamo Raya naik sebesar 6,50 persen dari 22,5 persen menjadi 29,0 persen.
“Untuk sampai 14 persen sesuai target nasional itu agak sulit tapi minimal angka prevelansi stunting di Provinsi Papua bisa turun. Ini dibutuhkan keseriusan dari bapak/ibu kepala daerah dalam menangani stunting karena dampaknya sangat serius,” beber Nerius.
Menurutnya, untuk menurunkan angka stunting tidak serta-merta bisa dilakukan dengan aksi penanganan tanpa adanya penyusunan regulasi dan strategi yang tepat, segala sesuatunya harus direncanakan dan disusun sebaik mungkin.
Untuk itu koordinasi di antara organisasi perangkat daerah (OPD) penanggung jawab program atau kegiatan perlu diperkuat untuk mendukung pelaksanaan penyusunan regulasi daerah terkait stunting termasuk regulasi dan strategi komunikasi perubahan perilaku pencegahan stunting.
“Ini bukan pekerjaan satu dinas saja tetapi semua dinas terkait. Makanya ada tim yang namanya tim percepatan penurunan stunting di masing-masing daerah dari provinsi hingga kabupaten/kota. Jadi, diharapkan semua berkolaborasi dan berkonvergensi untuk penanganan stunting supaya mencapai hasil yang maksimal,” sebut Nerius.
Nerius juga berharap, penguatan intervensi penurunan stunting melalui dana kampung bisa menjadi atensi para kepala kampung sebagaimana amanat Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi nomor 8 tahun 2022 dalam pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals-red) kampung.
Koordinator Program Manager Satgas Stunting Provinsi Papua Moh Sodiq menambahkan, beberapa poin penting dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting, yaitu penurunan prevalensi, peningkatkan kualitas dan penyiapan kehidupan keluarga, jaminan pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, serta meningkatkan akses air minum bersih.
“Adapun sasarannya adalah remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui dan anak berusia 0 sampai 5 tahun,” tambah Sodiq. (*)