JAYAPURA,FP.COM – Enam mahasiswa Praktek Kerja Lapang dari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik (FT) Universitas Cenderawasih, secara pararel mempresentasikan hasil studi lapang di Kantor Econusa Jayapura, pada Jumat 30 Mei dan Senin 3 Juli 2023.
Ke-enam mahasiswa ini terbagi dalam dua tim lapang, masing-masing terdiri dari tiga orang. Tim pertama mempresentasikan hasil studi lapang tentang potensi ancaman di sumber air bersih yang berlokasi di Kampwolker Waena Kota Jayapura, lalu tim lainnya mempresentasikan tentang potensi pariwisata di Kampung Enggros, Kota Jayapura.
Koordinator tim studi lapang di Kampwolker, Franklin Wakom menjelaskan, dari hasil studi yang dilakukan timnya menunjukkan ada potensi ancaman serius terhadap sumber air bersih di Kampwolker. Karena itu timnya menyarankan perhatian serius dari seluruh pihak, baik masyarakat di sekitar kawasan Kampwolker, maupun dari pihak Pemerintah Kota Jayapura.
“Kondisi Kampwolker saat ini, bukan saja dijadikan tempat wisata atau rekreasi, tapi ada pembukaan lahan untuk kebun tradisional yang dilakukan secara masif. Aktivitas ini jika tidak segera dihentikan, cepat atau lambat akan mengganggu fungsinya sebagai kawasan lindung dan sumber penyedia air bersih,” tambah Raditya, rekan se-tim.
Dalam paparannya, tim ini juga menjelaskan, bahwa Kampwolker termasuk dalam kawasan cagar alam Cyclop yang seluruh komponen ekosistemnya perlu dilindungi. Kampwolker juga memiliki potensi sumber air bersih sehingga telah dijadikan sebagai SubDAS yang dikelola oleh PDAM atau yang kini telah berubah namanya menjadi PT. Air Minum Jayapura Robongholo Nanwani.
Karena keberadaannya yang sangat penting, dalam hal memenuhi kebutuhan air bersih secara berkelanjutan bagi masyarakat di Kota Jayapura, maka Franklin dan kawan-kawan berharap kawasan ini segera dibentengi.
Sementara itu, tim kedua yang melakukan studi lapangan tentang potensi pariwisata di Kampung Enggros, memaparkan bahwa potensi pariwisata di sekitar kawasan Kampung Enggros cukup besar, hanya saja perlu dilakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dan pendapatan masyarakat. “Setidaknya ada delapan sampai sepuluh hal yang kami temui sebagai penghambat,” kata Sonny Iyai, Koordinator tim.
Faktor-faktor penghambat yang dimaksudkan itu adalah sarana prasarana yang kurang mendukung, masalah kebutuhan air bersih yang kurang, kabel dan tiang listrik yang tidak tertata, kurangnya penyediaan tempat sampah, kondisi air laut yang masih kotor atau banyak sampah,biaya tempat parkir kendaraan yang tinggi,kurangnya pemanfaatan potensi lokal, kurangnya jaminan keamananan di Pantai Ciberi dan Teluk Youtefa serta biaya penggunaan MCK yang tinggi.
Mencermati hambatan itu, beberapa hal yang disarankan oleh tim ini antara lain perlu dilakukan penguatan kapasitas masyarakat setempat,khususnya terkait management pengelolaan pariwisata, menyediakan papan informasi potensi wisata, menyediakan motor sampah dan menamba sarana prasarana lainnya yang menunjang.
Menanggapi presentase mahasiswanya, Ketua Jurusan Planologi Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih, Elisabeth V. Wambrauw,ST.,MT.,Ph.D., merasa bangga dan memberikan apresiasi kepada mereka. Dirinya menjelaskan, bahwa bicara tentang Pariwisata itu hal yang positif. Disamping bisa meningkatkan ekonomi masyarakat di Kampung Enggros, juga bisa menambah nilai dari lingkungan itu sendiri.
Selain itu, dengan adanya isu blue karbon, hal ini juga bisa menggali potensi blue karbon yang ada di daerah engros, dengan tetap mempertahankan mangrove dan mangatasi masalah-masalah terkait isu lingkungan lainnya hingga peningkatan sarana prasarana di daerah itu. “ Sangat bagus apa yang mereka lakukan,” jelas Elisabeth yang juga sebagai Sekretaris Pusat Studi Perubahan iklim dan Kerentanan Wilayah di Uncen.
Kedua, menanggapi presentasi tim studi lapang di Kampwolker, dirinya berpendapat bahwa dari presentasi mahasiswanya itu terlihat perubahan tata guna lahan yang cukup besar. Ini mempengaruhi debit air yang tersedia untuk Kota Jayapura. Selain itu, berkembangnya pemukiman baru, akan menambah isu lingkungan lainnya, mulai dari sampah, longsor dan bencana lainnya.
Perubahan signifikan ini, kata Elisabeth yang juga sebagai Koordinator Wilayah Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) Papua dan Papua Barat, bahwa ke depannya akan sangat tidak suistainable dan sangat mengganggu warga yang ada di Kota Jayapura. Baik dalam risiko potensi bencana, risiko kekurangan air bersih, risiko kesegaran udara dan polusi.” Ini akan sangat berpengaruh besar. Ini masukan yang penting bagi Econusa dan pemerintah. Dua contoh studi kasus kecil ini telah merepresentasikan masalah yang dihadapi Kota Jayapura,” ucapnya.
Menanggapi presentase 6 mahasiswa ini, Kepala Kantor Econusa Regional Papua, Maryo Sanuddin mengaku bangga, karena 6 mahasiswa ini mampu mengaplikasikan apa yang ditugaskan dosen pembimbingnya selama tiga bulan melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Kantor Econusa Jayapura.
“Ini modal penting bagi mereka untuk menapaki tahap berikut dalam menunaikan tugasnya sebagai mahasiswa. Selain itu hasil yang dikerjakan ini akan menjadi sumber informasi penting bagi kami di Econusa dan juga bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan,” jelasnya.
Presentase yang dilakukan dua tim PKL dari Fakultas Teknik Uncen ini, disaksikan oleh seluruh staf Econusa Kantor Wilayah Jayapura dan 5 mahasiswa PKL dari program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Cenderawasih.
Tim studi lapang di Kampwolker terdiri dari Franklin A Wakom, Madlin Fouw dan Aditya Rahadyansah. Sedangkan Tim studi lapang di Kampung Enggros terdiri dari Sonny Iyai, Naci Woisiri dan Deannaz Ultima. Mereka adalah mahasiswa program studi Perencanaan Wilayah dan Kota pada Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih yang sedang melakukan Praktek Kerja Lapang di Kantor Econusa Jayapura, dari April – Juni 2023. *)