SENTANI,FP.COM – Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura, Hana Hikoyabi mengatakan bahwa tragedi Banjir Bandang yang melanda Kabupaten Jayapura lima tahun lalu, hendaknya jadi pelajaran berharga bagi semua warga di Kota Sentani hingga yang beraktivitas di Kawasan penyangga Syklop.
“Kita harus jujur mengakuinya, bahwa akibat ulah kita sendiri sehingga alam bisa mengamuk dan marah sebegitu dasyatnya,” kata Hana Hikoyabi di Kantor Bupati Jayapura, Gunung Merah Sentani, Senin (18/3/2024).
Meski tidak ada ibadah dan doa bersama, sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Daerah seperti waktu-waktu sebelumnya, namun Hana berharap, warga bisa melakukannya secara pribadi dan keluarga untuk mendoakan mereka yang menjadi korban dalam peristiwa itu.
Dikatakan, peristiwa banjir bandang 2019 itu sangat membekas, seluruh harta benda, hingga ratusan nyawa manusia menjadi korban. Hal ini akan menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi seluruh umat manusia, secara khusus yang tinggal di bawah kaki bukit pegunungan Siklop. Bahwa, hutan dan kawasan cagar alam harus dijaga dan dilestarikan dengan baik dan penuh tanggung jawab.
“Pesan dan aksi kita terhadap alam dan lingkungan harus diwujud nyatakan,”ucapnya.
Hana berpesan untuk menanam kembali pohon di kawasan penyangga cagar alam, stop lakukan aksi penebangan atau perambahan hutan untuk kepentingan kebun dan sebagainya di kawasan cagar alam dan penyangga. “Mari bersama melaksanakan program penghijauan dan tanam pohon kembali agar kawasan cagar alam kita hijau seperti dulu lagi,” katanya.
Hana juga mengingatkan kepada seluruh warga masyarakat yang berada di lingkaran utara, jalan baru yang tinggal di kawasan penyangga agar tidak melakukan hal-hal yang nantinya merugikan banyak orang. “Sama-sama kita semua punya pengalaman yang berharga, rumah rubuh, tertimbun hingga hanyut. Keluarga hilang tertimbun tanah, hingga meninggal dunia, harta benda lenyap dengan seketika, ini semua adalah pelajaran yang berharga dan tidak mudah dilupakan,” ujar Hikoyabi.
Salah satu warga masyarakat di Kemiri Sentani, Maks Suebu mengatakan, dirinya sudah tidak ingin mengingat kembali peristiwa lima tahun lalu yang dialami keluarganya.
Menurutnya, semua terjadi diluar perkiraan manusia dan berlangsung dengan begitu cepat. “Baru 30 menit bersama istri dari rumah di kemiri, ketika hujan dan banjir bandang itu kami berada di depan salah satu toko di kota sentani,” ujarnya.
Kebetulan rumah kami, kata Maks, berada di pinggir kali kemiri, waktu banjir bandang turun dari arah pegunungan siklop, rumah kami juga terbawa tanpa bekas. “Yang tersisah hanya pakaian di badan dan satu unit motor,” katanya.
Setelah peristiwa itu, lanjut Maks, selama setahun kami tinggal di penampungan di SKB, hidup dalam keadaan susah, baik untuk makan setiap hari dan fasilitas penunjang lainnya.
“Tuhan sangat baik, setelah setahun di penampungan, kami mendapat satu unit rumah, bantuan dari salah satu yayasan yang telah membangun 300 unit rumah di kemiri,” ujarnya. (abe yomo)