JAYAPURA, FP.COM – Duel panas antara Ajax Amsterdam dan PSV Eindhoven di April 2018 cukup menyita perhatian publik sepak bola. Bukan saja karena status keduanya sebagai penguasa liga, tetapi karena laga tersebut merupakan partai penentu gelar juara Liga Eredivie musim 2017/2018.
Di luar dugaan, dalam laga yang dihelat di Philips Satdium, kandang PSV, tersebut, Ajax dipaksa bertekuk lutut dengan skor menyakitkan, 3-0. Alhasil, kelompok suporter fanatik Ajax bernama F-Side meradang, namun bukan kepada sang rival. Sasaran mereka justru tertuju pada satu nama, Hakim Ziyech, salah satu pilar klubnya. Ziyech dituding sebagai biang kerok dari kekalahan de Godezonen (Anak Tuhan), julukan Ajax. Penampilan buruknya dinilai penyebab PSV mengunci gelar juara Eredivisie musim itu.
Lihatlah bagaimana mereka meneror Ziyech. Para suporter itu menghentikan bus yang ditumpangi pemain Ajax, lalu meminta Ziyech untuk berhenti bermain sepak bola. Tapi Ziyech tak ambil pusing, ia bahkan memilih bertahan di Ajax. Ia seperti ingin membuktikan kemampuannya jauh dari yang suporter lihat.
Benar saja, di musim berikutnya, Ziyech tampil sebagai melewati harapan. Ia menjadi aktor penting saat Ajax mengawinkan gelar juara Liga Belanda dan KNVB Cup musim kompetisi 2018/2019. Pun, di Ajang Liga Champions Eropa, Ziyech nyaris mengantar Ajax ke partai final sebelum digagalkan Lucas Moura, penyerang Tottenham Hotspur, di menit ke-96′ pada fase semi-final leg kedua di Johan Cruyff Arena.
Di bawah asuhan Erik Ten Hag, Ziyech bersama Matthijs de Ligt, Frankie de Jong, Donny Van de Beek, dan Steven Bergwijn disebut-sebut sebagai era baru Ajax Amsterdam. Di musim itu pula, Ziyech didaulat sebagai pemain terbaik klub yang didukung dengan torehan 21 gol dan 24 assist dari 49 pertandingan.
Kerja keras, ambisi, dan konsistensi lagi-lagi ia tunjukkan di musim 3019/2020. Sayangnya, kompetisi Liga Belanda harus dihentikan akibat wabah virus Corona di pekan ke-25, tanpa pemenang. Kala itu, Ziyech telah menceploskan 8 gol dan 21 assist dari 35 kali penampilan di semua ajang kompetisi. Dengan begitu, ia diganjar penghargaan pemain terbaik Ajak untuk kali kedua, sekaligus menahbiskan dirinya sebagai idola baru di Amsterdam. Suporter tak lagi memusuhinya. Ia bahkan punya julukan baru; The Wizard atau Sang Penyihir.
Sebutan ini bukanlah sebuah narasi maaf atas kesalahan para suporter yang telah menghujatnya, tetapi sebuah penghormatan sebelum pemain berdarah Maroko ini ditebus Chelsea dengan mahar €40 juta Euro atau Rp. 594 miliar rupiah.
Bermain di Liga Premier Inggris membela Chelsea adalah sebuah pengalaman baru baginya. Sepanjang karir sepak bola profesionalnya, pemain kelahiran Dronten, 19 Maret 1993 ini hanya bermain di Liga Belanda saja, SV Heerenveen (2012/2014), FC Twente (2014-2016), dan Ajax Amsterdam (2016-2018).
The Blues, julukan Chelsea, mulai kepincut dengan aksi Ziyech saat keduanya bertemu di fase grup Liga Champions Eropa musim 2019/2020. Pada pertemuan terakhirnya di grup F yang berkesudahan sama kuat 4-4 itu, Ziyech menghukum lini pertahanan Chelsea melalui kaki kiri dengan hattrick assistnya.
Kedatangannya ke Stamford Bridge sudah dinantikan, ia digadang-gadang sebagai penerus Cesc Fabregas yang hijrah ke AS Monaco di tahun 2019. Namun, ekspekstasi para suporter Chelsea untuk melihat dan menikmati langsung aksi magis Ziyech terpaksa harus tertunda di awal musim menyusul cedera yang didapatnya di pertandingan uji coba pramusim kontra Brighton & Hove Albion.
Masa pemulihan cedera yang cukup lama membuat pelatih Chelsea, Frank Lampard, harus bersabar untuk bisa segera memainkan Ziyech. Padahal, Ziyech sempat bermain bagi Timnas Maroko dan menyumbangkan satu assist di laga persahabatan kontra Senegal.
Penantian itu pun terbayar saat Lampard memasukan nama Ziyech sebagai pemain cadangan kala Chelsea menjamu Southampton di pekan ke-5 Liga Premier Inggris. Ia menggantikan Mason Mount di menit ke-75′. Tapi ia tampil biasa, tak ada yang istimewa.
Pertunjukan Ziyech barulah dimulai ketika Chelsea melawat ke Rusia melawan Krasnodar pada fase grup Liga Champions 2020/2021. Tampil sejak peluit pertama, ia mencetak sebuah gol dan membantu timnya membantai tuan rumah, 0-4. Dia dinobatkan sebagai man of the match di laga itu.
Tak berlebihan jika Ziyech disebut pemain kidal yang istimewa. Mau bukti? Lihat saja catatan gol dan assistnya bersama Chelsea yang seluruhnya dihasilkan dengan kaki kiri. Memang terlalu dini untuk menilai Ziyech, yang jelas, melihat performanya sejauh ini dengan torehan 2 gol dan 3 assist dari 4 pertandingan, Lampard tampaknya akan menjadikan dia sebagai pemain penting di skuatnya. (Ray)