JAYAPURA, FP.COM – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Papua telah merilis data pertumbuhan ekonomi Papua tahun 2019 mengalami kontraksi atau minus 15,72 persen.
Hal ini dipicu akibat menurunnya produksi kategori pertambangan dan penggalian sebesar 43,21 persen. Dampaknya, ekspor menurun hingga 69,10 persen.
Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Papua Bambang Wahyu Ponco Aji menyebut, salah satu penyebab utama karena pada Januari lalu PT Freeport tidak melakukan ekspor biji tembaga lantaran produksinya minim. Hasil produksinya hanya mengutamakan kebutuhan Smelter di Gresik, Jawa Timur.
Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengakui, Freeport beberapa kali mengalami gangguan seperti mogok pekerja, lalu ketika tambang terbuka (open pit) dihentikan, produksi tambang bawah tanah belum optimal.
“Terjadi penurunan produksi sejak tahun 2019 karena produksi bawah tanah belum mencapai 180 ribu – 200 ribu metrik ton per hari,” ujar Riza di restaurant Rumah Laut Jayapura, Jumat (28/2/2020) malam
“Jadi untuk mengejar produksi yang sama seperti dulu belum bisa, produksi tambang bawah tanah (underground) bisa optimal setelah tahun 2022,” sambungnya. Ia juga mengklaim, pihaknya telah menyampaikan hal itu kepada pemerintah. FPKontr1