JAYAPURA, FP.COM – Partai puncak cabang olahraga sepak bola Pekan Olahraga Nasional XX akan menyuakan kekuatan Barat dan Timur Indonesia, sebenar-benar ujung barat dan timur. Daerah Istimewa Aceh dan Provinsi Papua. Anak-anak Tanah Rencong akan beradu dalam satu panggung prestisius level nasional dengan mutiara-mutiara muda dari Bumi Cenderawasih.
Berbeda dengan Papua, tim sepak bola Aceh menggapai partai puncak ini melalui jalan lumayan terjal. Mereka memulai kiprahnya di grup C dengan hasil minor, takluk 1-2 dari Sulawesi Utara, sebelum lolos dari lubang jarum menuju enam besar.
Di enam besar, Aceh juga hanya menempati posisi kedua di bawah Papua dan mengklaim satu tiket ke semi final.
Sementara itu, tim Papua terlihat begitu meyakinkan. Ricardo Cawor dan kawan-kawan sangat superior atas lawan-lawannya, dari fase grup hingga empat besar, termasuk ketika membantai juara bertahan Jawa Barat dengan skor 5-1.
Siapa berpesta? Hasilnya baru akan diketahui pada sore (14/10/21) nanti.
Di balik itu, partai final ini juga akan mempertemukan dua legenda hidup sepak bola di Indonesia, Fakhri Husaini dan Eduard Ivakdalam. Fakhri dan Edu akan terlibat dalam perang strategi. Menariknya, semasa aktif bermain, keduanya dikenal sebagai jenderal lapangan tengah.
Di masa keemasannya, Fakhri adalah kapten dan gelandang klub Pupuk Kaltim Bontang dan tim Nasional Indonesia. Pria kelahiran Lhoksmawe 1965 ini membela panji merah putih dari tahun 1986 hingga 1997. Fakhri yang lama menyandang ban kapten tim nasional mencatat 42 cap dengan torehan 13 gol.
Perannya sungguh tak tergantikan. Kemampuan mengatur ritme plus umpan-umpan akurat membuat posisinya di tim nasional sulit digoyang. Itu pula yang membuat pemain sekelas Eduard Ivakdalam “ketiban sial”. Meskipun Kaka Edu, sapaannya, sudah menghuni skuat tim nasional sejak 1996, namun dirinya tak kunjung menembus starting eleven merah putih. Padahal, dari sisi kualitas, antara Fakhri dan Edu, boleh dikata setara. Keduanya punya umpan akurat dan keahlian mencetak gol. Dari segi kepemimpinan, gaya bermain, pun begitu. Fakhri dan Edu sangat lihai mengontrol lapangan tengah, tahu kapan menyerang dan men-delay permainan.
Kesulitan Edu menembus skuat inti timnas makin bertambah karena di sana sudah bercokol nama-nama beken semisal Ansyari Lubis dan Yusuf Ekodono. Edu yang berlabel debutan kalah bersaing. Ia baru bisa bernapas lega setelah senior-seniornya di atas pension dari tim nasional.
Meskipun begitu, catatan pria asal Merauke kelahiran 1974 itu di tim nasional tidaklah terlalu buruk. Turun sebanyak 11 kali, Edu menyumbang tiga gol.
Berbeda di level klub, Eduard jauh lebih sukses ketimbang Fakhri. Edu membawa Persipura dua kali menjuarai Liga Indonesia yaitu di musim 2005 dan 2008/2019. Ia tampail 300 partai bersama Persipura dengan koleksi 59 gol. Gol sebanyak itu tentu sangat istimewa bagi seorang pemain yang berposisi sebagai gelandang. Kompatriotnya, Fakhri Husaini, hanya sanggup membawa Pupuk Kaltim ke empat besar Liga Indonesia musim 1994/1995 dan runner up musim 1999/2000.
Dari sisi pengalaman melatih, Fakhri tentu jauh lebih berpengalaman. Sebelum menangani tim PON Aceh, ia punya prestasi bersama tim nasional usia muda. Prestasi terbaiknya ada pada tahun 2018, Fakhri mengantar Timnas U-16 menjuarai AFF Cup. Ia sempat digadang-gadang menjadi pelatih timnas senior sebelum kedatangan Shin Tae-yong. Tawaran untuk menjadi asisten Shin pun ditolaknya.
Sementara, karir kepelatihan Eduard Ivakdalam baru saja dimulai. Sejauh ini, startegi racikannya cukup menjanjikan. Anak asuhnya tampil perkasa sejak babak penyisihan grup di PON XX. Membantai lawan-lawan dengan skor-skor telak boleh jadi bukti sahih bakat melatihnya.
Partai nanti sore juga merupakan ulangan dari gelaran PON Jakarta 1993. Pada final di Stadion Senayan yang berlangsung 18 September 1993 itu, Papua yang masih bernama Irian Jaya, sukses menggondol medali emas yang diwarnai “gol pantat” David Saidui.
Aceh tentu saja punya motivasi lebih untuk membalas kekalahan itu. Akhirul Wadhan dan kawan-kawan punya keyakinan tinggi setelah melewati partai semifinal dengan menumbangkan salah satu favorit, Jawa Timur. Lagian, ini adalah kesempatan mereka untuk merengkuh emas perdananya dari sepak bola. Di lain pihak, Papua yang akan didukung oleh ribuan supporter tak mungkin rela emasnya diboyong ke ujung barat sana. Prestasi dari cabang favorit ini akan menjadi pelengkap sempurna untuk cabang-cabang olahraga lain dan status Papua sebagai tuan rumah.
Menurut Eduard Ivakdalam, Bentrok pertama pada babak enam besar berjalan kurang menarik. Aceh, kata Edu, bermain terlalu bertahan.
“Aceh terlalu defend,” nilainya.
Tantangan untuk bermain menyerang pun dia lontarkan. Edu ingin partai puncak berjalan menarik, menghibur penonton.
Apakah Fakhri Husaini ini akan meladeni tantangan itu? Tidak ada jawaban sejauh ini. Yang pasti, coach Fakhri menjanjikan penampilan habis-habisan anak asuhnya.
“Anda sudah melangkah sejauh ini, tidak ada istilah mundur lagi,” katanya di Kompas.com. (*)