ARSO, FP.COM – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) melalui Direktorat Penyerasian Pembangunan Daerah Khusus melaksanakan workshop diversifikasi produk turunan sagu dalam rangka ketahanan pangan di Kabupaten Keerom. Kegiatan tersebut dibuka oleh Direktur Penyerasian Pembangunan Daerah Khusus Dwi Rudi Hartoyo.
Pada acara pembukaan di Gedung Pramuka, Swakarsa, Kamis 19/10 tersebut, hadir pula Bupati Keerom Piter Gusbager dan Wakil Bupati Wahfir Kosasih. Workshop ini dijadwalkan berlangsung selama tiga hari 19-21 Oktober dengan menghadirkan 60 pelaku UMKM Keerom.
Dwi Hartoyo dalam sambutannya mengatakan, ketahanan pangan menjadi isu penting yang harus serius ditangani oleh pemerintah karena menyangkut keberlangsungan Negara. Ketersediaan pangan tidak hanya diukur dengan ketersediaan beras, tapi juga dengan sumber pangan lainnya yang dihasilkan daerah-daerah di seluruh Indonesia, salah satunya yaitu sagu.
“Memang kita menginginkan adanya penguatan pangan lokal. Diharapkan, ketika terjadi krisis pangan, isunya adalah pangan lokal ini menjadi alternatif jika ada kerawanan pangan. Mengapa sagu dimunculkan? Sagu adalah potensi unggulan yang dimiliki oleh hampir sebagian wilayah Papua dan sagu memiliki industri yang cukup potensial untuk masa yang akan datang,” ujar Dwi.
Pihaknya mendorong agar pemerintah kampung menggunakan 20 persen dari dana desa untuk program ketahanan pangan.
“Kepala kampung itu sebenarnya ada program untuk ketahanan pangan 20 persen dari dana desa. Jadi, silakan kembangkan sagu untuk ketahanan pangan.”
Bupati Keerom Piter Gusbager pada kesempatan tersebut mengungkapkan bahwa ketahanan pangan merupakan isu global dan perang Rusia dan Ukraina memberi dampak yang besar hingga ke pelosok dunia. Perang tersebut membuat suplai bahan pangan menjadi tidak stabil.
“Hunger is real weapon, kelaparan adalah senjata yang ril yang sangat mematikan. Maka semua pihak, pemerintah, BUMN, berkewajiban mengusahakan ketahanan pangan termasuk pemerintah Kabupaten Keerom. Ketahanan pangan mulai santer lebih digaungkan setelah kita tahu bahwa pangan itu apapun bencananya mau perang kah, bencana alam kah, dalam situasi bencana yang duluan itu penetapan darurat bencana setelah itu penanganan logistik. Itu artinya bahwa pangan ini harus diurus pertama-tama.”
Gusbager menyebut ketersediaan pangan bagi seluruh warga bangsa menjadi indikator ketahanan pangan sebuah negara. Oleh karena itu, dengan adanya diversifikasi pangan, akan memudahkan pemerintah untuk mencapai target pemenuhan pangan nasional.
“Undang-undang pangan nomor 18 tahun 2012 berbicara secara khusus tentang pangan. Diversifikasi pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan produk pangan yang beragam, bergizi seimbang yang berbasis pada potensi sumber daya lokal yang kita kenal dengan bergizi, seimbang dan aman (B2SA),” jelas Gusbager.
Pada kesempatan itu, ia menitipkan harapan kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia untuk menjadikan wilayah pertanian Kabupaten Keerom sebagai leading sector ketahanan pangan di Provinsi Papua.
“Kabupaten Keerom memiliki potensi tanah yang subur dan 60 persen penduduknya petani. Sehingga kita mau berbicara tentang ketahanan pangan di Provinsi Papua, saya titip kepada Bapak Menteri untuk lebih banyak fokus ke Keerom. Kalau kita beresin ketahanan pangan di Keerom, hampir pasti kita menjawab ketahanan pangan di provinsi Papua. Kalau Keerom tidak diurus pertaniannya, ketahanan pangannya maka kabupaten lain lebih parah lagi,” ujar Bupati Gusbager.
Kepada para peserta workshop yang juga warga masyarakatnya, Gusbager mengharapkan agar para peserta dapat menjadi champion mobilization dalam rangka mengerahkan dan menggerakkan sesamanya dalam mempraktikkan ilmu dan pengetahuan dari kegiatan ini.
“Kalau sudah dapat ilmu bagi-bagi kepada yang lain, 60 yang hadir setiap peserta menangkan 2 sampai 5. Jangan pelit ilmu. Harus menjadi champion mobilization,” pungkas Bupati Gusbager. (*)