Inspirasi dari Junggo, Dusun di Kota Batu, Jawa Timur, yang Hidup dari Komoditas Pertanian

Sektor Pertanian yang menjadi unggulan Kota Batu Jawa Timur/credit photo by : Imam Hanafi

Pelesiran ke Kota Batu melengkapi sekaligus memungkasi kegiatan Capacity Building dan Gathering Media untuk para jurnalis ekonomi dari Jayapura yang diadakan oleh Bank Indonesia Perwakilan Papua selama dua hari, 5-6 Juni 2023, di Kota Malang, Jawa Timur.

Menghabiskan waktu kurang lebih 1,5 jam, menggunakan bus travel dari Malang, kami akhirnya tiba di tujuan. Kota Batu, kota yang seharusnya akrab di telinga penggemar sepak bola di Papua. Kota ini kerap dijadikan training camp bagi klub Mutiara Hitam, Persipura Jayapura.

Read More
iklan

Layaknya berpindah alam, kami disambut hawa sejuk, terbilang dingin, dan panorama alam yang memukau mata. Dengan topografi yang didominasi kawasan dataran tinggi dan perbukitan, sebagian besar wilayah Batu terlihat berkabut di siang hari. Berada pada ketinggian 1000-1700 mdpl, suhu udara di sini berkisar antara 19 hingga 12 derajat celcius.

Alam yang sejuk dan tanah subur jadi berkah tersendiri bagi warga Batu. Selain pariwisatanya, Batu juga kesohor dari hasil bumi berupa buah-buahan dan sayuran. Buah apel adalah ikon utama dari daerah ini.

Oleh pihak Bank Indonesia Papua, saya bersama belasan jurnalis lainnya diajak ke Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji. Bukan tanpa alasan panitia membawa kami ke Junggo. Kami hendak diperkenalkan pada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mitra Arjuna yang merupakan binaan Bank Indonesia sejak 2011.

Gapoktan Mitra Arjuna yang diketuai seorang perempuan bernama Luki Budiarti dibentuk pada 3 Agustus 2007.
Lewat pembinaan, telah bergabung 330 orang petani yang terbagi dalam 13 kelompok tani berbadan hukum dan telah terdaftar di Kementerian Pertanian. Para petani itu mengelola lahan kurang lebih 200 hektar. Ada petani sayur, buah, dan industri olahan berbahan baku hasil pertanian.

credit photo by : Imam Hanafi (Ketua 2 Gapoktan Mitra Arjuna)

Selain kentang, Gapoktan Mitra Arjuna membudidayakan komoditas sayuran seperti bawang merah, bawang putih, wortel, kubis, paprika, tomat dan selada. Sementara, kebun-kebun apel dikembangkan menjadi tempat wisata, di mana pengunjung dapat merasakan sensasi memetik buah apel dari pohonnya. Beberapa unit kegiatan terus dikembangkan sebagai upaya diversifikasi usaha yang memperkuat usaha Gapoktan Mitra Arjuna.

Cerita sukses anggota Gapoktan seperti Luki tak lepas dari sejumlah terobosan yang mereka lakukan seperti inovasi teknologi dalam hal peningkatan kualitas dan produktivitas, penanggulangan hama penyakit, inovasi peningkatan nutrisi tanaman, diversifikasi produk olahan kentang dan pengembangan inovasi perbenihan. Lewat upaya itu, kini mereka punya sejumlah komoditi ekspor seperti umbi bunga Sandersonia aurantiaca, kentang, ubi ungu, dan sebaginya.

Luki Budiarti saat membagi cerita perjalanan usahanya

“Saya pemborong landscape, jadi saya membangun tim, terus kalau dapat untung dibagi bersama,” ujar Luki.

Luki Budiarti sejatinya seorang arsitek. Dia bahkan sudah bekerja di sebuah perusahaan sebelum krisis moneter di tahun 1998 yang memaksanya mundur.

Di tengah situasi itu, Luki memilih banting setir memulai usaha berjualan apel di sekitar kawasan wisata.

“Saya melihat teman yang hanya lulus SD (sekolah dasar-red) bisa membangun rumah bagus hanya dengan berjualan apel, lah saya yang sarjana ini menjadi pengangguran,’’ kisah Luki mengenang masa sulitnya.

Sambil jualan, ia menyempatkan diri mengikuti kursus Bahasa Jepang. Di tempat kursus itulah Luki mengenal seseorang yang disebutnya Mister Jepang, guru Bahasa Jepang, yang mengajaknya berbisnis ekspor umbi bunga hias sandersonia ke Negeri Sakura. Bisnis itu sukses hingga sekarang. Ketika ditemui, Luki sudah menyiapkan paket pengiriman ke Jepang. Umbi itu sementara masih disimpan di dalam box cold storage, masing-masing seukuran satu kontainer. Jika saja tak kuatir akan penurunan kualitas produk, Luki bermaksud membuka kontainer itu dan memperlihatkan isinya kepada kami.

Kebun Bunga Sandersonia yang umbinya di ekspor ke Jepang / credit photo by : Imam Hanafi

“Suhu saat masuk (cold storage-red) sudah diatur, takutnya kalau dibuka berubah lagi,” kilahnya.

Luki mendaku, dari bisnis umbi bunga ini, ia bisa meraup omzet rata-rata 1,5 milar rupiah setiap tahunnya. Selain umbi bunga, Luki juga merambah komoditas pertanian lain. Dari apel dan sayuran, dengan bantuan oven pengering, Luki mengolah aneka cemilan seperti keripik apel dan keripik sayuran. Lalu ada sari buah apel dan dried lemon.

“Pentingnya komunikasi antarkomunitas dalam membangun jejaring dari lingkup terdekat, lalu kita jaga konsumen yang potensial, dan harus konsisten. Melihat peluang pasar dulu, itu yang paling utama,” tutup Luki Budiarti berbagi tips.


***

Kepala Tim Implementasi KEKDA Kpw Bank Indonesia Papua, Remon Samora, yang mendampingi kami ke Junggo menjelaskan, sektor pertanian sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah dan nasional. Sektor pertanian berfungsi sebagai penyedia bahan pangan untuk ketahanan pangan masyarakat, sebagai instrumen pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja, serta sumber pendapatan masyarakat.

Kepala Tim Implementasi KEKDA Kpw Bank Indonesia Papua, Remon Samora

Kata Remon, letak geografis dan topografi Kota Batu hampir sama dengan banyak wilayah dataran tinggi di Papua yang subur dengan berbagai komoditas. Papua dengan kekayaan hayati dan lahan yang luas sangatlah potensial untuk pertanian. Pada intinya, potensi pertanian Papua seharusnya tak kalah dengan batu. Itu pula alasan mengapa kami diajak ke sini.

“Pertanian menjadi komoditas unggulan yang bisa diekspor. Di Papua, potensi pertaniannya besar, kalau kita bicara tentang wilayah pegunungan. Di Gapoktan ada komoditas kentang, apel, cabe itu juga dimiliki oleh teman-teman pertanian di kluster Papua.”

“Harapannya, infomasi inspiratif terkait usaha Ibu ini (Luki) akan disebarluaskan sehingga memotivasi petani dan pelaku UMKM di Papua. Siapa tahu nantinya setelah balik ke Papua kita akan membawa petani ke sini. Karena kalau untuk panen itu tidak ada masalah, yang perlu di-follow up lebih lanjut adalah pasca panennya, bagaimana mengelola menjadi produk yang bisa diterima pasar,” pungkas Remon. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *