JAYAPURA, FP.COM – Empat pihak yang terdiri Universitas Pelita Harapan, Rumah Sakit Siloam, Universitas Cenderwasih, dan RSUD Abepura, melakukan penandatanganan sebuah nota kesepahaman di gedung Rektorat Uncen pada Rabu, (14/4/21).
Kerja sama yang dibangun antarpihak ini meliputi kuliah dan penelitian bersama, pertukaran mahasiswa dan dosen, penerbitan modul ilmiah, pengembangan kurikulum, seminar dan konferensi ilmiah, tindakan bedah dan operasi, dan sebagainya.
Di sela kegiatan itu, dalam sambutannya, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, sekaligus perwakilan RS Siloam Jakarta, Prof. Eka J. Wahjoepramono, mengungkapkan niatnya untuk membantu penanganan kasus bedah saraf di Papua. Bukan sekadar penanganan pasien, ia juga bertekat agar ada transfer ilmu pengetahuan dari pihaknya kepada dokter-dokter di Papua agar ke depannya bisa mandiri dalam menangani kasus bedah, seperti halnya saraf.
Keinginan Eka ini merupakan hasil perenungan dari empat kali kesempatan mengunjungi Papua sebelumnya. “Saya kontak teman-teman dokter bedah saraf di sini, boleh tidak kita datang lagi, ini baru tiga minggu yang lalu kami datang dengan tim cukup besar, ada enam orang dokter bedah saraf. Mereka ahli di operasi tulang belakang, operasi pembuluh darah otak. Kami ingin melakukan operasi-operasi apa pun yang bisa kami lakukan di Jayapura. Lusa kami ke Nabire, kami siap memulai,” kata Eka yang dokter bedah saraf ini.
Ia menceritakan, pengalaman serupa terjadi di RS Siloam, 26 tahun lalu. Dengan fasilitas terbatas, mereka dibantu oleh para sejawat yang datang dari Jepang dan Eropa, melakukan transfer ilmu.
“Akhirnya, dalam waktu tiga tahun, Rumah Sakit Siloam menjadi mandiri merawat pasien-pasien dengan kasus bedah saraf. Kita mulai dengan impian kasus bedah otak tidak boleh ke luar negeri lagi,” kisahnya.
Diharapkan, dengan terbentuknya nota kesepahaman tersebut, kasus bedah saraf yang ada di RSUD Abepura akan ditangani bersama. Profesor Eka dan rekan dokter lainnya akan datang secara reguler.
“Kami berjanji akan datang kapan pun, untuk apa pun yang kita bisa buat. Mudah-mudahan itu menjadi semacam katalisator,” tambah Eka.
Pihak manajemen RSUD Abepura menyambut gembira kerja sama ini. “Ini kesempatan kami untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat kami, dan secara khusus pelayanan bedah saraf, mudah-mudahan, pelayanan bedah saraf untuk kasus-kasus yang ada di Papua berhenti di sini tidak dirujuk keluar,” ucap Wakil Direktur Pelayanan Leonora Komboy.
Ia juga meminta dukungan penuh pihak Rumah Sakit Siloam untuk spesialisasi lainnya di RSUD Abepura. “Sekiranya, tidak saja pelayanan bedah saraf, tetapi kami harapkan bantuan UPH dan RS Siloam dengan spesialisasi lain di RSUD Abepura bisa ditingkatkan,” lanjutnya.
Ia mendaku, saat ini, dokter bedah saraf di Papua hanya ada dua, belum lagi karena keterbatasan peralatan yang sangat memengaruhi mutu pelayanan. “Semoga momen ini jadi tonggak percepatan pelayanan bedah saraf yang lebih baik lagi di Papua,” katanya.
Di tempat terpisah, Direktur RSUD Abepura Daisy Urbinas membenarkan jika ada kasus bedah saraf yang terpaksa dirujuk ke Jawa dengan biaya lebih mahal, mulai dari transportasi hingga biaya hidup pasien di sana.
“Akan lebih baik kalau pasiennya dirawat di sini, dokternya kami datangkan untuk operasi, di samping bisa memberi tambahan ilmu kepada staf kami. Masyarakat bisa tertolong dan hemat biaya, itu harapan kami dari MoU ini,” tambahnya. (*)