JAYAPURA, FP.COM – Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tengah, Willem Wandik dan Aloysius Giyai telah medeklarasikan diri pada 28 Agustus lalu. Keduanya diusung koalisi enam partai politik yaitu Golkar, PKB, Demokrat, Hanura, Garuda dan Perindo.
Duet yang kemudian popular dengan sebutan WAGI, akronim dari Wandik-Giyai, ini dianggap paket lengkap, setidaknya jika ditilik dari rekam jejak keduanya. Willem Wandik adalah mantan Bupati Kabupaten Puncak. Ia dikenal sebagai bupati yang rutin membaur dengan masyarakat kala memimpin daerah terisolir itu.
Boleh disebut, Wandik adalah pionir dan peletak pembanguan dasar pada wilayah administrasi yang dimekarkan dari Kabupaten Puncak Jaya pada tahun 2008 tersebut. Dua kali terpilih dalam pemilukada adalah bukti sahih betapa warga Puncak sungguh mencintainya.
“Ketika DOB dibentuk di Kabupaten Puncak, yang tidak ada menjadi ada. Sehingga selama dua periode hasil survey kinerja kami sangat brilian,” akunya saat jumpa pers di salah satu café di bilangan Abepura, Senin (2/9/24).
Lalu, Aloysius Giyai, siapa tak kenal dia? Rekam jejak dan sepak terjangnya di dunia kesehatan sangatlah panjang. Ia punya sederet prestasi. Alo dinilai melakukan perubahan besar saat memimpin RSUD Abepura.
Itu pula yang memikat hati Gubernur Lukas Enembe (alm) kala itu mendudukkannya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Ia membidani lahirnya UP2K (Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua) yang punya program fenomenal bernama Satgas Kaki Telanjang. Ia sosok penting di balik hadirnya Kartu Papua Sehat. Jabatan terakhir putra asli Mee ini adalah Direktur RSUD Jayapura.
Menyoal masa depan Papua Tengah, kata Willem Wandik, provinsi baru ini merupakan daerah dengan kekayaan alam meilimpah, maka pemimpin yang terpilih harus yang punya hati dalam meletakkan pondasi pembangunan.
“Bukan saja Freeport, ada tambangnya, wisatanya, dan sumber daya alam yang melimpah. Harus orang yang punya hati untuk membangun dan menggali potensi alam dan itu akan berdampak kepada masyarakat.”
“Kami meletakkan dasar pembangunan yang baik sehingga generasi yang akan datang yang akan menjadi pemimpin ke depan,” sambungnya.
Menurutnya, Papua Tengah membutuhkan pemimpin yang mengerti dan paham kondisi sosial budaya daerah yang terdiri dari beragam suku.
“Pendekatan sosial budaya itu penting dngan cara komunikasi dengan masyarakat adat di sana.
Kita menghadirkan tiga tungku, yaitu adat, gereja dan pemerintah. Dengan begitu, pemerintahan akan berjalan dengan baik.
Di depan insan media, Willem melontarkan pujian buat Aloysius. “Saya bahagia bisa mendapatkan seorang calon wakil gubernur yang memiliki pengalaman birokrat yang mumpuni di bidang kesehatan dan tokoh yang berprestasi dalam membangun kesehatan, pencetus KPS. Kami pasangan yang sangat ideal sekali,” sanjung Wandik.
“Mari dukung kami, kami akan menjaring aspirasi dari berbagai kalangan sehingga ketika kami terpilih aspirasi inilah yang akan kamo realisasikan. Kami akan ke pelosok-pelosok, kampung-kampung, distrik-distrik dan akan mendengar apa yang menjadi kerinduan mereka.”
Aloysius Giyai pun membalas pujian koleganya tersebut. Ia mengaku terkesan dengan kepribadian Willem Wandik. Ia menyebut Willem Wandik sebagai pemimpin yang patut diteladani dalam banyak hal.
“Pertama, beliau memimpin rakyat di Kabupaten Puncak dalam suasana konflik keamanan, yang hanya dijangkau dengan pesawat, tidak ada jalan darat dan perairan, tapi beliau mampu melaksanankan 10 tahun kepemimpinan dengan pembangunan berkelanjutan dan kontinuitas.”
“Kedua, pembangunan yang dijalankan selama 10 tahun telah dirasakan oleh masyarakat. Belum pernah ada masyarakat yang demo pembanguan selama kepemimpinan beliau,” bebernya.
Selain itu, Alo menilai, Willem Wandik mampu membangun team work yang solid, harmonis dengan bawahan. Hal itu terlihat dalam hubungannya dengan wakil bupati dan sekretaris daerah selama sepuluh tahun. Ia pun meyakini, dirinya dan Wandik akan berjalan selaras, berbagi kewenangan, untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab.
Bagi Alo, selain berjiwa sosial, Wandik adalah figur yang merakyat dan tidak membeda-bedakan suku dan agama, tanpa mengabaikan aspek proporsionalitas. Ini pula yang akan dibawa keduanya kelak jika dipercaya memimpin Papua Tengah.
“Kebijakan dalam konteks masyarakat asli dan nusantara dibuat secara proporsioanal, artinya tetap memprioritaskan hak kesulungan (masyarakat asli-Red),” tukas Kaka AG, sebagaimana ia sering disapa.
“Saya pulang kampung melengkapi beliau dan membantu terutama bidang pendididkan dan kesehatan,” tutupnya. (*)