Ketua PGBP Minta Pangdam Cenderawasih Tarik Pasukan dari Pirime hingga Kuyawage

Ketua Umum BPP-PGBP, Pdt. Titus Yikwa, M.Th menyalami anak-anak dan pemuda Baptis di Gereja Panorama Pikhe, Wamena, saat pembukaan Raker Lengkap BPP-PGBP, Rabu (26/2/2020) lalu.

WAMENA, FP.COM– Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (BPP-PGBP), Pdt. Titus Yikwa, M.Th meminta kepada Pangdam XVII Cenderawasih untuk menarik pasukan TNI yang hingga saat ini masih menduduki wilayah Distrik Pirime hingga Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya.

Permintaan penarikan pasukan militer dari wilayah-wilayah ini bukan tanpa alasan. Menurut Titus, sejak 2018 lalu, militer menduduki Distrik Pirime, Balingga, Baliem Barat, Tinggipura, Melagaineri, hingga Distrik Kuyawage. Hal ini membuat masyarakat sipil yang mendiami wilayah-wilayah ini merasa tidak aman, aktifitas pemerintahan, pendidikan dan kesehatan pun tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Read More
iklan

Kepada fokuspapua.com, beberapa hari lalu di Wamena, Titus menerangkan, permintaan penarikan pasukan dan kondisi masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan militer ini, disampaikan dan dibahas di dalam Rapat Kerja (Raker) Lengkap, BPP-PGBP, Jumat (28/2/2020) lalu.

Di dalam Raker itu, terungkap sejumlah persoalan di distrik-distrik itu, yang membutuhkan perhatian pemimpin-pemimpin gereja Baptis untuk menyikapi hal tersebut. Salah satu intelektual muda Baptis dari wilayah yang diduduki militer, yakni Yanpiet Tabuni, menyampaikan kondisi kekinian di sana. Karena itu, permintaan dari jemaat peserta Raker agar gereja di wilayah Pirime hingga Kuyawage dapat memberi data-data valid untuk membuat rekomendasi soal operasi militer dan penarikan segera pasukan yang bertugas di sana.

Sebagai pemimpin gereja-gereja Baptis, kata Titus, ia tentu tidak tinggal diam. “Lanny Jaya adalah wilayah Baptis. Mulai dari Distrik Pirime Distrik Balingga, Baliem Barat, Tinggipura, Melagaineri, hingga Distrik Kuyawage, suku-suku yang ada di sana yaitu Murib-Tabuni, Murib-Kogoya, Yigibalom-Kogoya, Wenda-Kogoya, Maler-Kogoya, Wanena-Kogoya, Kiwo-Tabuni, mereka merasa trauma. Mereka merasa ada semacam ketakutan, tidak nyaman karena kehadiran militer TNI/Polri,” ungkap Titus.

Suku-suku ini menyatakan sikap bahwa lebih baik kehadiran TNI/Polri di daerah-daerah ini ditarik. Ia sebagai Ketua Umum BPP-PGBP, tugas pelayanannya adalah menjaga umat. “Di sini wilayah kami, gereja Baptis. Umat Tuhan itu, sebelumnya hidup dengan aman di kampung mereka masing-masing, rumah mereka masing-masing. Tetapi mereka tidak tenang, tidak ada damai lagi saat ini,” kata Titus.

Ia bertanya, TNI/Polri yang masuk ke daerah-daerah itu dengan alasan apa? Menurut Titus, lebih baik mereka (pasukan) ditarik saja keluar supaya masyarakat tetap aman dan damai. Masyarakat bisa melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa. “Saya sudah bicara juga beberapa waktu lalu kalau masalah sudah selesai tahun 2018, tidak boleh lagi ada pasukan di sana,” tambahnya.

Pada tahun 2018 lalu, memang ada satu anggota TNI dibunuh. Tetapi menurut Titus, masalah itu sudah diselesaikan. Masyarakat dan aparat sudah damai dengan adat di sana yaitu bakar batu. Yang menjadi pertanyaan Titus, masalah sudah diselesaikan tapi mengapa tempat itu masih diduduki TNI/Polri? Ia kembali berharap penarikan pasukan dari distrik-distrik ke Tiom, Ibukota Kabupaten Lanny Jaya saja, karena jaraknya ke ibukota tidak terlalu jauh.

“Apalagi saya sendiri mendengar di salah satu SD itu ada tiga kelas menjadi tempat tinggal TNI di Popokme. Ini sudah tidak benar. SD itu tempat anak-anak belajar. Itu bukan pos. itu gedung sekolah. Mereka (aparat TNI/Polri) harus ditarik,” tegasnya.

Selain sekolah, ada klinik kesehatan, kantor kepala kampung, kantor distrik, yang juga dijadikan pos oleh aparat. Menurut Titus hal ini memprihatikan karena seharusnya aktifitas pemerintahan berjalan. “Tetapi kenapa pasukan masuk sampai di sana lalu kantor menjadi tempat tinggal mereka sehingga pemerintah tidak bisa bekerja dengan baik? Ini keadaan yang sangat mengganggu,” tanya Titus lagi.

Titus menilai, kondisi ini dapat mematikan SDM generasi Baptis, generasi Papua yang mau bersekolah. “Secara sengaja maupun tidak sengaja mereka sudah membunuh perkembangan anak-anak untuk menempuh pendidikan dengan aman. Anak-anak ingin sekolah. Saya minta dengan hormat, bapak Panglima, pasukan ini segera ditarik. Beberapa suku di sana akan membuat surat pernyataan resmi untuk menolak pasukan yang ada di sana. Saya harap itu direalisasikan,” tandasnya. (Frida)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *