Kisah Inspiratif Marten Norotouw: dari Nakhoda Kapal menjadi Petani Sayur

Marten Norotouw Petani asli Papua asal kampung Waibron Kabupaten Jayapura

Cerita tentang petani milenial menarik untuk diulas. Sebab petani bukanlah profesi yang populer dalam pilihan karier anak-anak muda masa kini, apalagi di Papua. Namun itu berbeda dengan Marten Luter Norotouw, seorang pemuda asal Kabupaten Jayapura.

Dia malah beralih profesi menjadi petani di usia 23 tahun. Marten bukanlah lulusan sekolah pertanian, ia jebolan SMK Pelayaran Jayapura. Itu pula yang mengantarnya bekerja sebagai nakhoda kapal feri, rute Biak – Manokwari.

Read More
iklan

Medio 2010, ketika sedang berlayar, Marten mendapat kabar dari kampung halamannya di Waibron jika sang mama jatuh sakit. Marten tak punya pilihan, dia harus segera pulang kampung.

Tidak lagi berlayar, Marten tidak hilang semangat. Hidup harus terus berlanjut, apalagi Marten merupakan tulang punggung keluarga. Dia harus mencari nafkah demi keenam adiknya.

Saat itulah idenya muncul untuk memanfaatkan lahan tidur milik orang tuanya. Di atas lahan 1 hektar,
Marten mulai menanam sawi, kangkung, bayam, kol dan cabe dan menjualnya ke warga kampung.

“Saya waktu itu sampai kewalahan penuhi permintaan orang kampung,” ceritanya dengan mata berbinar.

Sayur Kangkung di ladang milik Marten

Tahun terus berlanjut, melihat keberhasilan Marten, warga kampung mulai berdatangan, mendekati Marten untuk belajar.

“Awalnya 3 orang, sekarang sudah 50 orang,” kenang pria 37 tahun ini.

Berkat kegigihannya, saat ini Marten diberi tanggung jawab sebagai Ketua Kelompok Tani Pelita Jaya Makmur di Waibron, Sentani Barat.

Tiga tahun belakangan, kebun milik Marten semakin mendapatkan banyak perhatian dari berbagai pihak. Dia pun mendapat dukungan sprinkler, cultivator, tanki semprot dan benih.

Workshop untuk kelompok tani kami juga pernah dilaksanakan di sini,” tambahnya.

Perkembangan Marten dengan kelompok taninya rupanya berhasil memotivasi warga dari kampung lainnya untuk melakukan hal yang sama. Kini marten sering dipanggil untuk memberikan pelatihan di kampung lainnya. “Saya ingin daerah ini kedepan menjadi lumbung bawang merah”, katanya penuh semangat menceritakan rencananya ke depan.

“Bangunan tempat kita duduk saat ini adalah bantuan dari pemerintah kampung,” ucapnya penuh syukur.

“Saya ingin membuat perpustakaan yang berisi buku pertanian untuk dibaca semua orang,” katanya sambil menunjuk ruangan yang masih terbungkus batu tela.

Rupanya kebun milik Marten sering dijadikan sebagai tempat belajar, mulai dari siswa PAUD hingga Mahasiswa. “Anak-anak sudah harus diajarkan bertani, kalau sudah dewasa baru mau ditarik itu susah.”

Marten pun mengajak pemuda Papua lainnya untuk memanfaatkan tanah yang dimiliki. Apalagi di daerah Waibron yang merupakan jalur wisata. Buah-bahan segar dan sayuran, menurut Marten harus dijajakan sebagai buah tangan para pelintas. (Penulis Astried)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment

  1. Ade M.N mantap Tuhan berkati Ade dan jadilah insfirative bagi petani dan contoh buat anak2 Papua yang lain