JAYAPURA, FP.COM – Tahun 2015 merupakan salah satu periode kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Dualisme dalam kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) membuat pemerintah lewat Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) turun tangan. 17 April 2015, oleh Kemenpora, PSSI dibekukan.
Intervensi oleh pemerintah ini rupanya diendus federasi sepak bola internasional (FIFA) sebagai pelanggaran berat. Ancaman suspensi ada di depan mata.
Di tengah situasi carut-marut itu, dua wakil Indonesia sedang bertarung di AFC Cup; Persib Bandung dan Persipura Jayapura. Keduanya mantap menatap babak knock out 16 besar.
Empat hari sebelum FIFA ketuk palu soal nasib sepak bola Indonesia, kisah memilukan menimpa Persipura Jayapura. Jagoan Papua itu dinyatakan kalah lewat walk out (WO) setelah gagal menjamu seterunya, Pahang FA (Malaysia), di Stadion Mandala, 26 Mei 2015. Kekalahan tanpa tanding itu cukup menyakitkan mengingat alasan yang cenderung sepele; tiga pemain Pahang gagal mengantongi visa masuk ke Indonesia. Dari sini, Persipura dianggap melanggar regulasi AFC Pasal 41.
Setali tiga uang, sehari berselang, Persib Bandung juga terhenti langkahnya setelah tumbang atas lawannya, Kitchee SC (Hongkong), dengan skor 0-2 di Stadion Si Jalak Harupat.
Persepakbolaan Indonesia benar-benar jatuh ke titik nadir setelah pada 30 Mei 2015, FIFA secara sah menjatuhkan sanksi larangan bagi Indonesia dan klub-klubnya mengikuti kompetisi apapun, tak terkecuali liga domestik. Singkatnya, Indonesia terkucil dari dunia sepak bola.
Keadaan ini membuat aktivitas klub-klub di Tanah Air praktis vakum, termasuk Persipura Jayapura. Manajemen Persipura bahkan harus mengambil keputusan pahit, membubarkan skuatnya pada 5 Juni 2015. Langkah itu ditempuh setelah manajemen menggelar rapat marathon selama tiga hari.
“Hari ini, jam ini, dan detik ini, tim Persipura Jayapura dibubarkan. Kami patuh pada federasi PSSI, dan pembubaran ini akan berlaku sampai Pemerintah Indonesia mencabut pembekuan terhadap PSSI,” kata Ketua Persipura Benhur Tomi Mano, ketika itu, seperti yang dikutip dari laman Detiksport.
Lima tahun setelah peristiwa itu, 2021, Persipura Jayapura kembali lagi mengalami nasib serupa; tim dibubarkan. Kali ini, bukan karena hukuman, tetapi akibat krisis finansial.
Krisis ini tak lepas wabah global virus Corona yang masuk ke Indonesia di awal tahun 2020 dan memaksa PSSI meliburkan kompetisi Liga 1 2020 yang baru memasuki pekan-pekan awal. PSSI bahkan secara resmi membatalkan kompetisi ini pada 20 Januari 2021.
Padahal, semasa libur, klub-klub tetap dituntut membayar gaji pemain sebesar 25 persen. Tak pelak, masalah keuangan dialami jamak klub. Madura United lebih dahulu membubarkan timnya. Persipura menyusul pada 6 Januari 2020.
Peluang Persipura untuk bertahan sebenarnya terbuka jika saja dana sisa dari kontraknya bersama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua sebesar lima miliar rupiah cair. Sayangnya, pihak Bank Papua bersikukuh dengan alasan kompetisi tidak dilanjutkan. Beberapa kali upaya mediasi menemui jalan buntu. Pun, surat yang dilayangkan manajemen Persipura tak mendapat respons.
Ironisnya, masalah ini justru datang setelah Persipura memastikan satu tempat di babak Playoff AFC Cup 2021, satu langkah menuju fase grup. Nama Persipura cukup diperhitungkan di ajang ini, setelah beberapa kali lolos dari fase grup. Tahun 2014, Persipura bahkan melaju ke semi final sebelum dihentikan klub Kuwait, Al Qadsia.
“Sangat disayangkan sekali situasi seperti ini, padahal kami punya kesempatan untuk berlaga di AFC Cup 2021,” ujar Tomi Mano saat mengumumkan pembubaran tim.
Sekali pun telah dibubarkan, tim Persipura masih punya kesempatan tampil di kompetisi antarklub Asia itu andai proposalnya ke PT. Freeport Indonesia dan Kuku Bima mendapat jawaban positif.
Selain proposal tadi, meskipun tak mengumbar janji, Ketua PSSI Mohamad Iriawan secara terang-terangan mengungkapkan kesediaannya mencari solusi untuk Persipura agar tampil di AFC Cup. Ia berpendapat, Persipura akan membawa Indonesia, sehingga ini harus menjadi masalah bersama.
“Dalam situasi pandemi Covid-19, dengan ketidakpastian yang cukup tinggi saat ini, yang bisa dilakukan PSSI adalah berkomunikasi dengan para anggotanya, termasuk Persipura,” kata Iriawan seperti dikutip dari Antara, Jumat (29/1/2021).
Kamasan Jack Komboy, legenda hidup Persipura, turut prihatin dengan nasib mantan klubnya.
“Kita jelas bersedih dengan keputusan ini. Tapi yang jelas, semua itu pasti sudah dipertimbangkan oleh manajemen Persipura,” katanya belum lama ini.
Jack yang dua kali membawa Persipura sebagai kampiun Liga Indonesia memendam harapan agar klub yang telah membesarkan namanya itu segera keluar dari kesulitan. Dirinya masih optimis dan percaya, Persipura bisa tampil di babak play-off Piala AFC 2021.
“Saya pikir masih ada jalan untuk Persipura dengan duduk bersama pihak-pihak terkait untuk membicarakan dan mendapatkan dukungan sponsor kembali. Persipura bakal main di AFC Cup 2021 dan itu bukan membawa nama Jayapura saja, tapi Papua juga bahkan Indonesia,” harap Komboy yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Papua ini.
***
Masalah keuangan bukan kali ini saja menerpa Persipura Jayapura. Pada tahun 2016, klub berseragam merah-hitam ini juga sempat dipusingkan dengan ketidakpastian perihal sponsorship. Rasanya, pembubaran tim hanya menunggu waktu.
Akibatnya, beberapa pilarnya hengkang. Boaz Solossa misalnya, kapten Mutiara Hitam itu sempat mengadu peruntungan bersama Pusam Borneo FC di Piala Presiden, lalu menjajal Liga Timor Leste bersama Carsae FC.
Persipura berhasil selamat dari ancaman pembubaran setelah PT. Freeport Indonesia dan Bank Papua bersedia menjadi sponsor Persipura menjelang Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016, sebuah turnamen yang digagas di tengah sanksi FIFA terhadap PSSI.
Persiapan yang relatif singkat di bawah asuhan Angel Alfredo Vera tak membuat Persipura kehilangan pamor. Bersama kompatriotnya, Boas “Boci” Solossa yang ditarik kembali dari Carsae, membayar tuntas kepercayaan kedua sponsornya dengan torehan gelar juara ISC 2016. (Ray)