Sagu dikenal sebagai bahan dasar untuk berbagai jenis kuliner. Bila papeda, sinole, bagea sudah akrab di telinga, tahukah Anda jika sagu juga dapat diolah menjadi menjadi jajanan es cendol, kerupuk, stik, biskuit, bahkan martabak. Tidak percaya? Tengok saja kedai Walri Masata Papua di belakang SMP 1 Sentani, Kabupaten Jayapura.
Kedai garapan Mama Sipora Novita Serontou itu menjajakan aneka makanan berbahan sagu. Menu andalannya adalah “martabak mini” yang ukurannya memang tergolong kecil. Tersedia dalam berbagai rasa seperti cokelat, keju dan kacang. Seporsi yang berisi 7 martabak Rp.35.000. Tapi tersedia pula kemasan seharga Rp.5000.
“Untuk anak-anak,” ujar Sipora saat disambangi Fokus Papua, akhir bulan lalu.
Menurutnya, setiap hari, ia menyiapkan 2 kilogram adonan. Berbeda lagi jika mengikuti pameran, biasanya bahan yang disiapkan 6 kilogram.
Sipora mengaku, usahanya itu tak selalu meraup untung. Ia harus mengelus dada setiap kali adonan tak habis.
”Kadang adonan tidak habis, tapi itu sudah, orang jualan, berkat hari ini beda dengan besok hari dan kita tidak boleh patah semangat,” kata ibu lima anak ini.
Selain jualan martabak, di booth container berukuran 5 x 2 meter persegi itu, Sipora juga punya produk berbahan sagu lainnya dalam rupa es cendol sagu buah merah. Cendol itu dibuat menggunakan tepung sagu dengan campuran buah merah, gula merah dan susu. Sipora mengaku, pengetahuan olahan buah merah itu diperoleh dari I Made Budi, seorang peneliti yang telah lama mendedikasikan hidupnya untuk mengembangkan berbagai olahan buah merah.
Semangkok es cendol dilego dengan harga Rp.15.000. Ada pula tersedia dalam kemasan botol seharga Rp.20.000. Selain itu, ada juga cemilan biskuit sagu buah merah dengan berbagai rasa, stik sagu, kerupuk sagu, dan kerupuk buah merah. Masing-masing di banderol 20.000. Khusus untuk kerupuk, Sipora menyiapkan paket mentah, artinya pembeli harus menggoreng sediri kerupuknya.
Semua jenis cemilan tadi juga dipasarkan di dua tempat yakni Gerai Honai Papua Abepura dan Pusat Ole-ole khas Papua di dekat lampu merah Abepura.
Usaha Sipora ini dirintis sejak tahun 2016. Ketika itu, dia mengikuti sebuah pelatihan yang digelar Dinas Koperasi & UKM kabupaten Jayapura. Materi yang diperoleh adalah kuliner berbahan dasar sagu. Dari situ, Sipora mulai memproduksi kue putar dari sagu. Ia menitipkan dagangannnya di kios-kios yang ada di Maribu hingga Depapre. Namun, usahanya itu tak banyak berkembang.
Juni 2022, lagi-lagi Sipora berkesempatan mengikuti kegiatan Pra-Penas 2022 di Maros, Sulawesi Selatan. Kegiatan yang dibuka Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo itu melibatkan 5.300 peserta dari seluruh Indonesia.
Usai pelatihan, Sipora membulatkan tekad untuk berkreasi dengan pangan lokal Papua yakni sagu. Lahirlah martabak sagu dan cemilan lainnya. Selain door to door, ia memasarkan produknya secara online. Tengahan bulan lalu, ia akhirnya punya tempat berjualan di belakang SMPN 1 Sentani.
Semangat usaha Sipora tak lepas dari keinginan untuk meringankan beban suaminya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
”Anak-anak adalah motivasi buat saya tetap berusaha, saya pikir dengan saya usaha begini tidak bergantung pada suami. Berikutnya, kita punya sumber daya alam sudah tersedia maka kita harus kreatif mengelola itu.”
Dia memberi nama usahnya Walri Masata Papua tentu punya makna. “Walri itu orang Tabi bilang kehidupan, sagu itu kita punya hidup,” jelas perempuan kelahiran Tablasupa,13 Agustus 1982 ini.
Sementara, “Masata” sendiri adalah akronim dari Mari Rasa Sagu Tabi. (*)