Melihat Penglipuran dari Dekat: Desa Wisata Berbasis Lingkungan yang Raup Miliaran Rupiah dalam Setahun

Desa Penglipuran di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali

Beberapa waktu belakangan, nama Desa Penglipuran di Bali sontak kesohor. Berita-berita mengenai desa yang diklaim terbersih di dunia ini oleh salah satu media online kemudian menyebar luas di jejaring sosial.

Read More
iklan

Saya bersama puluhan awak media dari Papua berkesempatan mengunjungi Penglipuran lewat kegiatan pelatihan yang digelar Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Papua selama tiga hari di Denpasar, 10-12 Juni 2022.

Menghabiskan waktu kurang lebih 1,5 jam, menggunakan bus travel dari Denpasar, melewati Gianyar, kami akhirnya tiba juga di tujuan.

Hari telah beranjak siang. Di parkiran, puluhan kendaraan berjubel, maklum saja ini hari Sabtu, waktu di mana Penglipuran selalu ramai oleh turis, baik domestik maupun mancanegara. Lagian, kendaraan bermotor memang dilarang memasuki wilayah desa. Tak hanya bagi turis, aturan sama berlaku untuk warga desa. Alhasil, transportasi satu-satunya di dalam desa adalah “jalan kaki”.  

Turun dari bus, rombongan kami diarahkan memasuki sebuah gapura yang diatasnya terpampang tulisan “Desa Wisata Penglipuran”. Setelah melewati gerbang desa itu, kami disambut alunan musik gamelan yang mengiringi gerak tari sekelompok remaja belia.

Tak jauh dari gerbang desa terdapat balai adat, sebuah bangunan berbentuk panggung lapang tanpa dinding. Balai ini dilengkapi dengan menara tinggi dengan tiga buah kentongan (kulkul). Kulkul ini akan dibunyikan untuk memanggil warga berkumpul. Semakin cepat dan panjang bunyinya pertanda keadaan darurat.

Bangunan pura di salah satu rumah warga, sebagai simbol kepala dari konsep tri mandala

Keseluruhan bangunan dalam desa ini merupakan sebuah kesatuan yang memiliki konsep yang disebut tri mandala, yang terdiri dari kepala (parahyangan), badan (pawongan) dan kaki (palemahan). Pura besar di gerbang desa sebagai kepala, bagian tengah desa merupakan badan dan kompleks pemakaman di sebelah selatan desa adalah kaki.

Konsep tri mandala juga berlaku di setiap rumah, di mana pura keluarga sebagai kepala, bangunan rumah dan dapur sebagai badan, sementara toilet jadi kakinya. Konsep tri mandala sebagai sebuah kesatuan makin nyata dari kondisi antarbangunan rumah yang tersambung satu sama lainnya.

Menarik bila melihat fakta jika Penglipuran ternyata bukanlah desa secara administratif, namun merupakan sebuah desa adat yang berada di wilayah Desa Kubu, Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Penglipuran dihuni oleh 280 kepala keluarga dengan jumlah penduduk lebih dari 1.100 jiwa. Tak ada catatan resmi kapan desa adat ini berdiri, namun secara turun temurun, diyakini jika Penglipuran sudah ada sejak zaman Kerajaan Bangli.

“Usia pastinya, kami dan orangtua kami pun tidak tahu, tapi yang jelas desa ini dibangun sejak zaman Kerajaan Bangli,” ungkap I Wayan Budiarta, Kepala Adat Penglipuran kepada para rombongan awak media, Sabtu 11 Juni 2022.

Kepala Desa Adat Penglipuran Iwayan Budiarta

Kesan bersih dari desa itu telah nampak sejak dari gerbang hingga bagian dalam. Got-gotnya walaupun kering namun bebas sampah. Rumah-rumah berderet rapi, pekarangannnya dihiasi oleh aneka jenis tanaman bunga.

Warga desa memiliki tempat pengolahan sampah. “Sampah organik kita kelola sendiri di sini, untuk sampah plastik dIkumpulkan oleh ibu-ibu, setiap bulan dibawa ke pertemuan PKK, nanti dijual,” ujar Budiarta.

Budiarta mengaku, budaya bersih di desanya bukanlah demi kepentingan wisata. Jika kemudian desanya menjadi tujuan wisata, itu hanyalah bentuk apresiasi dan nilai tambah dari kebiasaan mereka itu.  

“Tata ruang desa kami memang seperti ini, jadi bukan dibuat-buat untuk pariwisata, memang asli dari dulu sampai sekarang,” terangnya.

Sematan “desa terbersih di dunia” rupanya menjadi pemantik semangat Budiarta dan warganya untuk membuktikan jika julukan itu bukan sekadar pepesan kosong. Warga Desa merawat status itu dengan sejumlah kegiatan semisal lomba menata pekarangan rumah. Desa ini juga memiliki event tahunan bernama Penglipuran Village Festival.

Mereka juga mati-matian mempertahankan aturan adat istiadat dan budaya warisan leluhur. “Di sini ada aturan adat kami yang melarang masyarakat untuk berpoligami. Jadi, kalau berpoligami, mereka ditempatkan di tempat terpencil bernama Karang Memadu karena sudah melanggar hukum adat.”

Sudah dikucilkan, pelaku poligami juga dibatasi aksesnya, termasuk tidak diperkenankan masuk pura milik desa. Mereka juga dilarang melewati jalan utama, kecuali jalur belakang.

Kepala Perwakilan BI Provinsi Papua Juli Budi Winantya (kanan) menyimak penjelasan dari Kepala Desa Adat Penglipuran IWayan Budiarta

Selain menyewakan homestay, mayoritas warga desa berprofesi sebagai pedagang souvenir, buah dan kuliner di depan rumah masing-masing. Dua kuliner terkenal di Penglipuran adalah tipat cantok dan mujair nyatnyat. Ada pula minuman khas, namanya lohloh cemcem. Sebotolnya seharga Rp5000. Rasanya asam manis. Penghasilan lain, masyarakat adat juga berbagi untung dari hasil penjualan tiket masuk.

“Tahun 2021, hasil penjualan tiket mencapai 3,7 miliar rupiah,” sebut Budiarta.

Jurnalis Radio Bahana Sangkakala (RBS) Jayapura Sisca Joumilena mengapresiasi keberhasilan warga Penglipuran menata desa, terutama dalam hal kebersihan dan mempertahankan adat serta budayanya, hingga mereka memperoleh manfaat dari sektor pariwisata. Menurutnya, hal ini pun bisa dilakukan di Papua.

Sisca menyarankan pemerintah menggandeng dewan adat yang akan mengatur kebiasaan masyarakat. “Itu bisa dimulai dengan hal kecil semisal aturan membuang ludah pinang,” katanya.

“Kita ambil contoh, di bioskop saja aturan itu bisa diterapkan, harusnya di desa adat pun bisa,” tambahnya.

Foto bersama peserta kegiatan

Menurut Kepala Bank Indonesia Perwakilan Papua Juli Budi Winantya yang turut dalam rombongan, konsep perekonomian yang didukung pariwisata dan ekonomi hijau berbasis lingkungan merupakan trend baru. Dia berharap, hal semacam ini bisa dilakukan di Papua demi meningkatkan perekonomian.

“Pariwisata ini salah satu yang dimiliki Papua, saya berharap apa yang di Penglipuran ini bisa kita tiru dan kita buat di Papua yang dampaknya nanti akan langsung kepada peningkatan ekonomi,” pungkas Juli. (*)   

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *