Rona bahagia terpancar di wajah Elisabeth Kumia Dewi usai namanya diumumkan sebagai jawara lomba cipta karya lagu pariwisata dan ekonomi kreatif 2023 yang digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Papua. Pada lomba itu, Dewi menang lewat lagu ciptaannya berjudul Cakrawala Timur.
Menurut dewan juri, lagu Cakrawala Timur terpilih karena dinilai memenuhi semua syarat yang ditetapkan panitia.
“Lirik lagunya mewakili etnisitas Papua dan secara keseluruhan, menurut kami, untuk kepentingan promosi pariwisatanya sangat terpenuhi,” kata Xenocrates Nanthi, ketua dewan juri.
Beberapa lirik lagu Cakrawala Timur memang cukup unik, di mana Dewi menggunakan kosa kata dari tiga bahasa berbeda. Misalnya saja pada refrain: “Wa Wa come to Papua, honai cenderawasih manis senyuman, sambut dengan tifa, come to Papua.”
“Di awal lagu saya menggunakan kata “wa” dalam bahasa Lani sebagai ungkapan selamat, “come to Papua” dalam bahasa Inggris, dan selanjutnya bahasa Indonesia,” ujar Dewi.
Dewi memilih menyematkan “come to Papua” dengan pertimbangan bahwa lagu ini juga akan didengar oleh masyarakat di luar negeri, dan itu akan efektif untuk promosi pariwisata.
“Come to Papua (datanglah ke Papua), hanya dengan satu kalimat pendek itu orang luar negeri dengar pasti sudah tahu,” jelasnya.
Di bagian lain, Dewi juga menonjolkan keindahan alam Papua baik gunung, laut, samudera, sungai, danau dan hutan, termasuk dua ikon Papua: honai dan cenderawasih, serta keramahan orang Papua. Lirik lagu tersebut selengkapnya seperti ini.
Wa wa wa wa
Tanah Papua surga terbentang
Gunung, laut dan lembah terhampar
Langit biru dan angin menerpa
Cakrawala timur Indonesia
Reff:
Wa wa come to Papua
Honai cenderawasih
Manis senyuman sambut dengan Tifa Come to Papua
Judul yang dipilih Dewi yakni Cakrawala Timur merupakan perspektif dari gambaran alam Papua yang terbentang sejajar dengan permukaan bumi.
“Cakrawala timur itu yang pertama menggambarkan bahwa Papua itu ada di ujung timur Indonesia. Lalu kita melihat dari laut, garis pantainya, garis samudera dengan langit itu cakrawalanya terlihat jelas sekali dan itu menggambarkan sebuah optimisme serta kedamaian di Tanah Papua.”
Meskipun tidak kesulitan secara teknis dalam membuat karyanya, waktu dua bulan rasanya belum cukup bagi Dewi. Ia harus membagi waktu untuk tanggung jawabnya sebagai seorang guru seni musik di SMPN 9 Hamadi. Ia bahkan sempat jatuh sakit karena kelelahan. Namun tekat untuk sebuah dedikasi kepada Tanah Papua terlalu besar membuat dia pantang menyerah.
“Saya sempat sakit dua minggu, jadi saya tidak bisa ngapa-ngapain. Baru di minggu ketiga saya kerjakan karya itu. Dan saya ambil dua kategori yaitu vokal dan instrumental. Harusnya butuh waktu lebih lama lagi tapi karena waktunya mepet jadi saya tetap kerjakan dan saya buat musik vokal dulu kemudian baru instrumental.”
“Kalau untuk buat lagunya itu sebetulnya satu hari bisa jadi tapi itu hanya lagunya, belum musiknya, iringannya dan proses rekaman. Jadi lima hari menjelang penutupan batas akhir pengumpulan karya baru saya bawa musik saya ke studio rekaman, dan itu pun seadanya karena saya kan bukan penyanyi,” ujar wanita asal Yogyakarta ini.
Selain kategori vokal, Dewi yang menginjakkan kaki di Papua pada tujuh tahun silam ini juga merebut harapan II untuk kategori instrumental dengan judul karya The Sound of Papua. Keberhasilannya tak lepas dari pengetahuan, terutama seni musik yang memang jadi spesialisasinya. Ia juga banyak mengamati dan mempelajari musik ala etnic Papua. Ia menilai, masyarakat Papua memiliki musikalitas yang tinggi.
“Papua itu musik etnisnya sangat bagus. Alat musiknya juga orang dengarnya lebih ke arah rhytme, kalau saya dengar tidak terlalu melodius. Itu karena ada tifa, terus alat musik etnis lainnya, dan itu sangat bagus,” akunya.
Ia mengharapkan agar generasi muda mewarisi seni musik asli Papua. Apalagi, musik Papua dapat juga dikolaborasikan dengan musik modern sehingga dapat diterima oleh semua kalangan penikmat musik.
“Saya selalu mengajarkan ke anak-anak muda Papua untuk lebih kreatif. Butuh banyak masukan untuk mereka punya wawasan lebih luas untuk mengerti tentang musik, tidak hanya tradisional, tapi harus juga dengan musik modern yang internasional supaya semakin kaya akan Ilmu musik,” tutupnya. (*)