JAYAPURA,FP.COM- Kepala daerah di Papua yang tersangkut kasus korupsi terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Terbaru adalah mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, yang saat ini sedang menjalani proses persidangan.
Kasus Lukas Enembe menambah daftar panjang kepala daerah di Papua yang tersangkut korupsi sejak 2008, antara lain Bupati Yapen Waropen, Bupati Boven Digoel, Bupati Supiori, Bupati Biak Numfor, Bupati Mimika, Bupati Mamberamo Tengah, Gubernur Papua periode 2006-2011 dan Gubernur Papua periode 2013 – 2023.
Dana Otonomi khusus sebesar Rp 100 Triliun lebih yang digelontorkan sejak 2002 hingga 2021 seharusnya dapat mensejahterakan rakyat dan meningkatkan derajat hidup Orang Asli Papua, justru digunakan untuk memperkaya diri, keluarga dan kelompok para pejabat tersebut. Praktek korupsi yang masif itu kemudian menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan di Tanah Papua.
Data BPS 2020 menunjukkan kasus Gizi Buruk di Papua adalah 3,10 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional 1,20 persen. Angka Harapan Hidup (AHH) 65,8 persen, lebih rendah dari rata-rata AHH nasional di angka 71,5 persen. Demikian juga dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berada di angka 60,4 persen, berada di bawah rata-rata nasional yang berada di angka 71,9 persen. Bahkan persentase tingkat kemiskinan di Papua menurut data BPS 2021, baik provinsi maupun kabupaten di seluruh Tanah Papua, lebih rendah dari rata-rata tingkat kemiskinan nasional sebesar 9,57 persen.
Tingginya kasus gizi buruk, rendahnya angka harapan hidup, tingginya angka kemiskinan dan rendahnya indeks pembangunan manusia di Papua, linear dengan potensi korupsi yang dicatat KPK-RI dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Papua.
Monitoring Centre for Prevention (MCP) KPK_RI Tahun 2022 menunjukan rata-rata peringkat MCP Pemerintah Kabupaten di Papua di atas 400, bahkan ada pemerintah kabupaten di Papua yang MCP-nya terburuk ketiga se-Indonesia.
MCP merupakan aplikasi atau dashboard yang dikembangkan oleh KPK untuk melakukan monitoring capaian kinerja program pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Ada delapan area yang menentukan dalam pencapaian MCP, yaitu Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan APIP, Managemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Pengelolaan BMD dan Tata Kelola Keuangan Desa.
Tak hanya MCP, pada Survei Penilaian Integritas (SPI) yang dibuat oleh KPK-RI, rata-rata Indeks SPI Wilayah Papua 2022, juga menunjukan kategori Sangat Rentan atau 63,1 persen, lebih rendah dari Indeks SPI di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang berada di angka 70,2 persen.
Kepala satuan Tugas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria dalam suatu kesempatan di Jayapura, pada September 2023, menjelaskan, dalam area perencanaan dan penganggaran APBD di Papua, ditemukan ada proyek titipan, manipulasi struktur dan nilai APBD, Pokir sisipan, biaya tanda tangan/ongkos persetujuan/uang ketuk palu hingga pos anggaran sisipan.
Demikian halnya dalam area pengadaan barang dan jasa, ditemukan ada bagi-bagi proyek, pinjam bendera, fee proyek, mark up, proyek fiktif, proyek mangkrak hingga hutang ke penyedia barang. KPK juga menemukan modus penguasaan kendaraan dinas dan rumah dinas oleh mantan pejabat. Ada pejabat yang tidak mengembalikan pada saat pensiun, dibawa serta saat mutasi, merubah atas nama pribadi, ada yang sampai jual beli bahkan sampai hilang.
Dalam area optimalisasi pajak, KPK juga menemukan data base, subjek dan objek pajak tidak dimutakhirkan, alat rekam transaksi elektronik tidak dipakai/rusak/tidak dipasang, tunggakan pajak tidak ditagihkan, ada manipulasi kewajiban pembayaran pajak.
“ Praktek-praktek ini yang kemudian menyebabkan MCP dan SPI di Papua menjadi rendah,” ucap Dian.
Karena itu, sebagai upaya untuk mencegah korupsi di lingkup pemerintah daerah, perlu ada ikhtiar perbaikan tata kelola pemerintahan di Papua, baik oleh eksekutif maupun legislatif dalam rangka menodorong kemandirian fiskal daerah, mengoptimalkan fungsi aparatur pemerintahan, memperbaiki layanan publik dan mengefisiensi APBD untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sementara itu, Rommy Iman Sulaiman dari Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK-RI, dalam workshop bersama GIZ pada September 2023 di Jayapura, mengatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup jika hanya dilakukan oleh KPK dan aparat penegak hukum lainnya. Karena itu, sangat diperlukan peran serta masyarakat untuk membantu KPK dan aparat penegak hukum lainnya dengan memberikan data dan informasi dari praktek-praktek korupsi yang terjadi di lingkungannya.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK,menjelaskan bahwa Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah serangkaian kegiatan untuk mencegah dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
” Karena kunci keberhasilan KPK dalam menangkap koruptor diantaranya merupakan hasil dari peran serta dan kepedulian masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi. Hampir semua kesuksesan KPK menangkap koruptor bermula dari laporan masyarakat,” jelas Rommy.
Beberapa saluran informasi yang dapat digunakan masyarakat untuk mengadukan praktek korupsi di lingkungannya adalah melalui call center 198, melalui email pengaduan@kpk.go.id, website http : kws.kpk.go.id, Whatsapp 0811959575 dan sms 08558575575. ” KPK menjamin rahasia dari setiap warga yang melapor,” ucap Rommy. *)