JAYAPURA, FP.COM – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua akan membenahi tata niaga komoditas pangan sebagai upaya untuk menekan disparitas (perbedaan) harga yang cukup tinggi dengan wilayah di luar Papua maupun di dalam Papua.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM dan Tenaga Kerja (Disperindagkopnaker) Provinsi Papua, Omah Laduani Ladamay mengatakan, salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi Papua PD Irian Bhakti akan mengurusi tata niaga komoditas pangan yang didatangkan dari luar Papua.
Menurut Laduani, perusahaan daerah tersebut akan mendatangkan komoditas pangan untuk menstabilkan harga terutama pada momen hari raya keagamaan.
“Misalnya harga telur ayam atau komoditas pangan lainnya mengalami kenaikan di pasaran, maka perusahaan tersebut mendatangkan dari luar dan dilepas ke masyarakat dengan harga dibawah pasaran, tujuannya agar harga kembali stabil,” terang Laduani, Kamis (21/5/2020).
Ia mengatakan bahwa selama ini masyarakat di Papua terbiasa dengan harga komoditas pangan yang mahal lantaran biaya transportasi tinggi untuk mengangkut komoditas dari luar Papua.
“Kenyataannya tidak seperti itu, yang terjadi adalah distributor dan pengecer bermain harga untuk mendapatkan keuntungan dengan alasan biaya angkut barang dari luar Papua mahal, padahal alur distribusinya tidak efisien, makanya ini kita benahi semua,” tegas Laduani.
Dengan adanya otonomi khusus (Otsus) di Provinsi Papua, kata Laduani, Pemprov ingin menjaga seluruh masyarakat sehingga tidak merasakan harga komoditas yang mahal.
Lebih lanjut, jika perbedaan harga bisa ditekan antara daerah produksi dan konsumtif, maka akan meningkatkan daya beli masyarakat. “Bahkan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sesuai dengan visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua yaitu Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera,” imbuhnya.
“Kemudian mekanisme pasar yang bersaing tidak sempurna, karena pasar kita bersifat oligopoli bahkan monopoli karena jumlah distributor yang ada di Papua sangat terbatas, seperti yang menangani cabai itu hanya dua pengusaha,” kata Laduani.
“Kemudian harga beras di wilayah pegunungan di Papua yang mencapai Rp40 ribu per kilogram, sementara di wilayah Jayapura hanya Rp9.000 per kilogram,” lanjutnya.
Ia pun menegaskan bahwa Pemprov Papua melalui Disperindagkopnaker akan meningkatkan jumlah distributor agar menciptakan persaingan yang sempurna.
Laduani juga mengingatkan kepada pengusaha agar tidak memanfaatkan situasi dengan mencari keuntungan sebesar-besarnya di tengah wabah virus corona atau Covid-19.
“Dengan adanya wabah Covid-19 ini baru kita sadari bahwa ternyata harga komoditas di Papua tidak normal setelah kita menganalisa secara mendalam bekerjasama dengan tim Bank Indonesia, makanya ini kita tangani ke depan lebih baik,” ucapnya. (FPKontr1)