JAYAPURA, FP.COM – Kemampuan Ricardo “Erik” Salampessy sebagai pengawal lini belakang tak perlu disangsikan. Tak dipungkiri pula, Erik merupakan salah satu pilar penting Persipura Jayapura dalam perjalanan tim ini menorehkan prestasi demi prestasi, lebih dari satu dekade.
Bersama Persipura, Erik telah mempersembahkan enam (6) gelar; Indonesia Super League (ISL) 2009, ISL 2011, ISL 2013, Community Shield 2009, IIC 2011, dan Torabica Soccer Championship (TSC) 2016.
Di usia belia, Erik juga pernah mengharumkan nama Papua ketika memperkuat provinsi ini di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2004.
Di Palembang, Erik bahu membahu dengan Boaz Solossa, Korinus Fingkreuw, Ian Louis Kabes, Gerald Pangkali, Imanuel Padwa, Epa Maniani, Christian Warobay dan lain-lain menggondol medali emas cabang sepak bola. Belakangan, beberapa nama dari generasi emas itu turut ambil bagian dalam succces story Persipura Jayapura.
Berkaca dari kemilau prestasinya, boleh dianggap, Erik telah memperoleh segalanya dari sepak bola. Namun, tak banyak yang tahu, ada cerita masa lalu di balik kesuksesannya itu. Kepada Fokus Papua, pria berdarah Maluku ini blak-blakan tentang masa lampaunya.
Seperti kebanyakan bocah lain, sejak kecil, Erik sudah hobbi bermain sepak bola dan bermimpi menjadi pemain profesional. Sayangnya, mimpi Erik sepertinya harus dikubur dalam-dalam. Ia sadar kehidupan ekonomi keluarganya tak akan mampu menopang keinginannya.
Selepas bangku sekolah menengah atas, Erik memutuskan untuk bekerja membantu keluarga. Erik bahkan melakoni profesi non formal, mulai kuli bangunan, tukang ojek, hingga penjaga toko.
Rupanya Tuhan punya rencana lain untuk putra Samuel Salampessy ini.
“Setiap orang memang punya rencana hidupnya masing-masing. Tetapi di balik semua itu, ada campur tangan Tuhan yang membuat rencana itu bisa menjadi lebih baik,” ungkapnya.
Sambil bekerja, Erik ikut berlatih di klub Tunas Muda Hamadi. Dari sinilah talentanya terpantau hingga dipanggil ke tim sepak bola Papua untuk PON XVI, Palembang, tahun 2004.
Penampilan apiknya di PON menggoda tim asal Kabupaten Jayawijaya, Persiwa Wamena. Setahun memperkuat Badai Pegunungan Tengah (julukan Persiwa), ia kemudian hijrah ke Jayapura, membela Mutiara Hitam, tahun 2006.
Karir Erik makin terasa lengkap setelah ia dilirik Peter Withe ke Tim Nasional Indonesia tahun 2005 di Sea Games Manila. Bersama Tim Garuda, Erik mencatat 21 caps, baik junior maupun senior. Selain itu, ia juga pernah berpetualang semusim di Persebaya Surabaya (2014/2015).
Kisah perjuangan masa lalu diakuinya turut membentuk karakter sebagai petarung di lapangan hijau. Erik memang dikenal sebagai libero tak kenal kompromi, berani berduel dengan para striker asing yang berpostur jangkung sekalipun.
Kini, Erik telah berada di penghujung karir yang gemilang. Usianya telah menginjak 36 tahun. Ini adalah musim terakhirnya berseragam Mutiara Hitam.
Di masa pensiun kelak, ia tak ingin jauh-jauh dari sepak bola. Saat ini ia tengah mengikuti kursus kepelatihan demi merengkuh cita-cita selanjutnya, menjadi juru taktik lapangan hijau. (Ray/Dadang)