WAMENA, FP.COM – Rekonsiliasi antara kedua belah pihak Pdt Stevanus Wenda dan Pdt Ronny Wanimbo akhirnya membuahkan hasil. Dalam pertemuan selama dua hari di Gereja Baptis Duta Injil Wamena, Kamis (14/1/2021) hingga Jumat (15/1/2021) yang dimediasi oleh intelektual Baptis Papua, Befa Yigibalom, SE.M.Si, kedua pendeta saling memaafkan, melupakan semua masalah dan bersatu hati, satu komitmen melanjutkan pelayanan.
Jumat (15/1/2021) sore, setelah proses rekonsiliasi terjadi, Befa Yigibalom dan para hamba Tuhan yang merupakan ketua-ketua wilayah keluar dari dalam gereja diikuti kedua Pdt Ronny dan Pdt Stev. Kaum Profesi Baptis Papua yang sedang menunggu hasil mediasi di halaman gereja, bernapas lega melihat senyum yang terpancar dari wajah hamba-hamba Tuhan yang keluar dari gereja.
Kepada semua jemaat yang hadir saat itu, Pdt Ronny mengungkapkan rasa syukurnya kepada Tuhan, oleh karena kasih Allah, semua masalah sudah diselesaikan. “Pak Stef dan saya sudah diperdamaikan oleh Tuhan, dan hati kita semua,” ucapnya.
Hal pertama yang disampaikan Pdt Ronny saat itu adalah, ucapan terima kasih kepada Befa Yigibalom, intelektual senior di Kabupaten Lanny Jaya, kader di dalam tubuh PGBP yang memfasilitasi semua hamba Tuhan dan kaum profesi hadir di tempat itu, untuk berbicara bersama-sama menyelesaikan masalah ini.
“Mulai hari ini kita tidak ada masalah lagi. Masalah kita sudah selesai, kita pulang dengan hati satu, penuh sukacita untuk melakukan pelayanan ke depan,” katanya. Pdt Ronny sebagai Ketua Umum Badan Pelayan Perkutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (BPP-PGBP) berkomitmen mengutamakan penginjilan sebagai misi utamanya.
Demikian pula Pdt Stevanus Wenda, pada kesempatan itu juga berterima kasih kepada Befa Yigibalom, kader anak bangsa, kader anak Baptis yang sudah berlelah mengumpulkan hamba-hamba Tuhan untuk rekonsiliasi ini terjadi.
“Saya sebagai pribadi minta maaf, gara-gara saya banyak orang sibuk. Semua di dalam Alkitab ada contohnya, Tuhan selalu memanggil seseorang dengan hari yang tepat, dan Ia memilih dengan visi. Kami dua ini menjadi penyebab membuat jemaat pusing. Tetapi pengorbanan dari dari bapak Befa untuk rekonsiliasi ini demi bersatu membangun PGBP. Mari kita kerjasama, kita jalan, dan dalam perjalanan Tuhan menjadi saksi, Tuhan melihat,” ungkap Pdt Stev.
Menurutnya, jika masing-masing tetap bertahan dengan pendirian juga tidak akan menolong. Untuk itu, demi kelancaran pelayanan ini harus ada yang mengalah. “Hari ini Tuhan menguji kita, bagaimana sebagai hamba Tuhan. Melalui proses ini Tuhan melihat. Saya hamba Tuhan. Tidak jadi duduk di PGBP tidak masalah, saya bisa kotbah di mana jemaat minta,” lanjut Pdt Stev.
Minta Maaf di Ibadah Gabungan
Dalam ibadah gabungan Minggu (17/1/2021) pagi di Gereja Duta Injil, Pdt Ronny kembali meminta maaf sedalam-dalamnya kepada seluruh jemaat umat Baptis di Tanah Papua, umat Baptis yang hadir di Kongres Pirime, dan yang hadir untuk rekonsiliasi, karena ia sudah mengecewakan semua umat Baptis di Tanah Papua.
“Saya Minta maaf kepada semua hamba-hamba Tuhan, minta maaf juga kepada kaum intelektual. Gara-gara saya bapak ibu harus datang dan dua hari duduk di tempat ini. Firman Tuhan ini membuat pikiran saya tergugah. Saya melihat terobosan yang luar biasa, kebangkitan yang luar biasa. kebangkitan penginjilan Jilid II bersama kaum profesi,” katanya.
Sementara itu, intelektual Baptis, Befa Yigibalom mengatakan, kedua hamba Tuhan, Pdt Ronny dan Pdt Stev sudah saling memaafkan, saling mengampuni. “Pak stef sudah memaafkan pak Ronny dan semua di Pirime dengan nama Yesus. Yang diampuni harus terima pengampunan dan melepaskan pengampunan juga maka tidak ada masalah lima tahun ke depan,” ujarnya.
Keduanya sepakat mendukung pelayanan selama lima tahun, karena yang punya kerajaan ini Tuhan. Hari ini kita mau bangkit sesuai kotbah, belas kasihan. Buktikan itu. Sudah terlalu lama organisasi ini menderita. Gereja Baptis sudah mandiri. Semua wajib memberi persepuluhan. Gembala juga wajib memberi persepuluhan langsung ke BPP-PGBP,” harap Befa.
Ia melanjutkan Baptis sekarang bersinar. “PGBP sekarang harus berbeda dari sebelum-sebelumnya,” tegasnya. Ia juga tak lupa mengingatkan anak-anak muda untuk berhati-hati dalam pergaulan agar tidak salah jalan.
Kotbah Minggu; Dipanggil Untuk Melayani
Dalam kotbah di ibadah gabungan Minggu pagi, Pdt Stevanus sebagai pengkotbah mengambil Firman Tuhan Matius 9: 35-38 dengan tema, “Kita Dipanggil untuk Melayani”. Ia mengemukakan, realitas situasi saat itu dalam keluarga yang perlu dilihat adalah anak kita hari ini tidak masuk gereja. “Bapa mama masuk gereja tetapi anak kita tidak masuk gereja. Hari ini orang jualan di pasar (tidak gereja), yang masuk gereja dan yang tinggal di rumah sama jumlahnya,” tambahnya.
“Bagaimana kita yang sudah dipanggil Tuhan, ada hati belas kasihan atau tidak. Mari ada timbul perasaan emosi, melihat kekurangan orang, melihat orang yang hidup tanpa Tuhan,” ajak Pdt Stev.
Ia menjelaskan teladan-teladan Yesus yang perlu dilihat. Pertama, Yesus berkeliling kota dan desa. Yesus pergi, karena di sana ada orang susah. Yesus tidak hanya tinggal di tempat. Dia melihat dan Dia melangkah pergi. Ini satu teladan yang luar biasa. Dari satu kota ke kota lain, satu desa ke desa lain, Dia pergi untuk beritakan injil. Karena di sana mereka membutuhkan kehadiran Yesus untuk menolong mereka.
Realitas saat ini, orang Lani mau pergi ke Kuyawage susah, pergi mengajar susah, pergi menolong orang sakit susah, lebih memilih tinggal di Wamena. Apalagi guru-guru, SD banyak yang kosong. Dulu guru cuma ada satu, mengajar dari kelas 1 sampai kelas 6, dan kenyataan pada tahun 2021 guru masih tetap satu. Ini kenyataan di Papua, dana Otsus miliaran dan untuk pendidikan dan kesehatan mendapat porsi tertinggi, regulasi yang hebat tetapi penyerapan anggaran belum menjawab persoalan.
“Tetapi Yesus tidak demikian, Ia berkeliling semua kota dan desa. Kita semua dipanggil bukan jadi penginjil saja, tetapi semua pekerjaan di dunia ini. Guru, Anda dipanggil. Mantri, Anda dipanggil. PNS, Anda dipanggil bekerja untuk Tuhan. Jadi paradigm kita, cara berpikir kita harus berubah,” harapnya.
Lebih parah lagi, Lanjut Pdt Stev, hari ini ada hamba Tuhan yang diutus ke daerah-daerah tetapi tidak mau pergi. Karena itu ia berharap, tamatan teologi STT Baptis, Sekolah Akitab Tinggipura, hal ini yang harus menjadi koreksi dan harus diperjelas.
“Saya mohon kepada dosen-dosen sebelum dia masuk STT harus bikin pernyataan, saya siap pergi ke seluruh dunia. Ini satu syarat yang harus dipenuhi. Jadi mari kita pergi, berkeliling karena di sana membutuhkan kehadiran bapak ibu,” tegasnya.
Ia juga melihat banyak orang meninggal karena tidak ada mantri dan perawat. Kematian orang Papua hari ini luar biasa. “Karena itu kalau Anda dipanggil, harus dipergi karena itu Anda diutus, dipanggil Tuhan untuk pergi menyelamatkan nyawa. Dan kita semua, panggilan itu untuk segala pekerjaan. Mari kita buat sesuatu yang membawa pengaruh positif, dampak positif bagi orang lain,” sambungnya.
Teladan Yesus yang kedua, Dia mengajar di rumah-rumah ibadah. Yesus tidak lewat-lewat saja, tetapi Dia masuk, dia merubah situasi menuju belas kasihan, mulai dari tempat persekutuan. Gereja kita dibangun untuk apa hari ini? Orang Baptis, orientasi membangun tempat ibadah untuk apa? ini sudah salah teologi. Banyak jemaat terlantar, mereka hancur, mereka rusak. Lebih banyak tinggal di rumah, tetapi tempat ibadah megahnya luar biasa.
Lebih baik membangun manusia untuk masuk surga, daripada bikin megah segala sesuatu. Hati-hati orang Baptis, jangan salah visi. “Di tempat ibadahlah kita mengajar orang tentang kebenaran firman. Mengajar orang yang tidak tahu menjadi tahu, mendidik mereka, regenerasi melalui sekolah minggu, melalui pemuda, melalui kaum bapak dan kaum ibu,” jelasnya.
Yesus beritakan kerajaan Allah. Ini akhir hidup kita. Yohanis 14:1-6 cukup jelas, Aku pergi menyediakan tempat bagi kamu. Melalui pemberitaan injil ini, setiap orang mengambil keputusan bahwa Yesus adalah anak Allah. “Seketika kita mengaku dengan mulut di depan manusia di hadapan Tuhan, maka kita diselamatkan menjadi anak Allah. Orang Baptis harus tampil beda, orang baptis harus berdampak positif bagi dunia,” ujar Pdt. Stev.
Lagi menurutnya, Penginjilan adalah harga mati bagi orang-orang Baptis. Penginjilan dimulai dari rumah, taruh hati belas kasihan untuk anak-anak, sehingga karakter terbentuk dari usia dini, membawa dampak positif kelak.
Kemudian, Pada waktu Yesus melihat orang terlantar, dalam Matius 9 ayat 36-38, di sana mengatakan, tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya ia mengirim pekerja-pekerja untuk tuaian itu.Di sini berbicara tentang pekerja, ladang-ladang sedang menguning tetapi tidak ada pekerja-pekerja. Banyak jiwa yang terlantar tetapi tidak ada orang yang pergi untuk memberitakan injil.
“Ini tantangan bagi PGBP, kita lihat banyak daerah-daerah yang kosong. PGBP hari ini, banyak jemaat tanpa gembala. Ukuran kesuksesan hamba Tuhan ada pengaruh dalam jemaat. Berdampak sehingga banyak jiwa bertambah. Pengaruh injil, pasti banyak jiwa yang diselamatkan,” lanjutnya kemudian.
“Kita harus memiliki power ilahi, kuasa ilahi. Kuasa Allah akan mempengaruhi hasil pelayanan kita,” tambahnya. Dalam Alkitab cukup banyak contoh orang biasa menjadi luar biasa. Mereka mempunyai pengaruh luar biasa, ada tokoh Musa dan Daud. (Frida)