WAMENA, FP.COM– Sekolah Tinggi Teologi Baptis (STTB) Papua telah mencetak sangat banyak hamba-hamba Tuhan maupun intelektual-intelektual yang menduduki jabatan-jabatan strategis di bidang pemerintahan sejak awal berdirinya, 41 tahun lalu. Sayangnya, hingga saat ini dukungan dari gereja pendiri sangat kurang untuk operasional perkembangan sekolah itu ke depan.
Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja (Raker) Lengkap BPP-PGBP, Kamis hingga Jumat (28/2/2020) di Gereja Baptis Panorama Pikhe. Ketua STT Baptis Pdt. Meson Yigibalom bersama Dr. Umast Tabuni, memaparkan panjang lebar mengenai kondisi STTB yang menurut mereka saat ini terkendala dukungan dana untuk menunjang operasional kampus baik untuk sarana prasarana maupun tenaga dosen yang ada.
Ketua Umum BPP-PGBP, Pdt. Titus Yikwa menanggapi persoalan STTB ini mengatakan, STT Baptis berumur 41 adalah umur yang sangat produktif karena sudah menghasilkan hamba-hamba Tuhan yang luar biasa. Sayangnya, untuk dukungan dari gereja-gereja hampir tidak ada. “Dalam periode kami, hanya satu kali kami bantu tahun lalu Rp 150 juta dan dalam Raker ini kami bantu Rp 100 juta,” aku Titus.
Karena itu, persoalan ini harus dibicarakan khusus lagi untuk bagaimana gereja-gereja pendiri memperhatikan sekolah ini sebagai dapur rohani untuk PGBP. “Kami akan bahas untuk sumber-sumber pembiayaan STT, karena walaupun ada perhatian pemerintah provinsi dan kabupaten tetapi gereja pendiri harus menjadi donatur. Jadi saran saya, kita semua fokus bicara untuk iuran saja,” ungkapnya.
Bantuan gubernur berupa dana Otsus ada tetapi ketika Otsus berakhir, akan menjadi persoalan lagi. Titus mengakui, STT Baptis adalah salah satu sekolah teologia yag ada di Provinsi Papua dan kemajuannya sangat luar biasa. Untuk memperkuat sekolahini, harus diperkuat dengan SDM dosen. Itu pun perlu biaya. Kemudian mengembangkan perpustakaan, buku-buku pun harus ditambah. Sarana prasarana penunjang juga membutuhkan biaya. Dosen-dosen juga harus merencanakan mewajibkan mahasiswa untuk banyak baca buku, minimal selesaikan baca 1 buku dalam satu bulan. Karena itu, buku-buku juga harus dipebaharui.
“Jadi kita tidak hanya bicara pendidikan, tetapi kualitas harus dibuktikan. Semua itu kembali ke dukungan dana dan doa. STT mulai ada penambahan buku karena perpustakaan sangat menentukan. Kalau semua wajib baca buku, pengaruh kualitasnya makin meningkat,” ujarnya.
Masalah biaya ini, ia kembali menegaskan, akan bicara lagi lebih ke dalam. Seperti tenaga dosen misalnya, kata Titus, dulu pemerintah bantu untuk S2, S3, tapi tahun 2019-2020 belum bisa karena pengelolaan keuangan bantuan dana hibah sudah dilebur, sudah tidak ada lagi. Hanya bantuan fresh money yang masih ada. “Tetapi bantuan studi, pengobatan, bangunan fisik dan lainnya dalam 2 tahun ini sudah tidak terima lagi. Kami hanya berharap gereja pendiri bisa melihat keberadaan STT Baptis Papua,” tambahbya. (Frida)