JAYAPURA, FP.COM – Kantor Perwakilan Bank Indonesia menggelar diseminasi laporan perekonomian Provinsi Papua bersama Kantor Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Papua, Kamis 15/6/23), di aula salah satu hotel di Kota Jayapura.
Kepala Kpw BI Papua Juli Budi Winantya dalam pemaparannya menyebut perekonomian Papua didominasi sektor pertambangan pada sisi lapangan usaha dan konsumsi rumah tangga pada sisi permintaan. Pada triwulan I 2023, PDRB nontambang tumbuh 4,67 persen (yoy), di tengah kontraksi sebesar 2,39 persen (yoy).
Meski stabilitas sistem keuangan terjaga, yang terlihat pada triwulan I 2023, DPK (dana pihak ketiga) Papua tercatat hanya sebesar Rp44,5 triliun atau turun sebesar 1,25 persen (yoy). Kredit yang disalurkan sebesar Rp38,86 T, turun 3,73 persen (yoy). Kredit UMKM di Papua mencapai 31,38 persen dari total kredit. LAR (loan at Risk) dan NPL (non perfoming-loan) Papua menunjukkan perbaikan dibandingkan kondisi awal pandemi Covid-19.
Bank Indonesia Papua sendiri mengharapkan, sumber pertumbuhan ekonomi Papua tidak hanya terpusat pada satu sektor saja seperti pertambangan. “Tujuan kita sosialisasi (diseminasi) ini kita sharing dari Bank Indonesia, Kanwil Keuangan, OJK, bagaimana kami melihat ekonomi saat ini dan ke depan tapi tentunya tidak hanya itu, kita manfaatkan forum ini juga untuk mendengar masukan dari mitra kita. Dari BI, sumber pertumbuhan ekonomi itu harus banyak, jangan hanya bertumpu ke satu saja, lalu pelakunya jangan dari yang besar saja tapi semua, baik kecil, menengah, besar itu harus ada sehingga pengembangan UMKM, pengusaha menengah itu jadi penting. Kemudian juga dari jenis usahanya bukan hanya ekonomi keuangan konvensional tetapi kita dorong juga ekonomi keuangan syariah di Papua,” beber Juli.
Juli melanjutkan, di Papua terdapat potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru yang perlu disinergikan dengan berbagai inovasi agar ekonomi dapat tumbuh kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Dia mencontohkan pengembangan sektor pariwisata dan perikanan di Biak, pengembangan ekonomi kreatif di Jayapura, pengembangan industri pengadaan air, pengelolaan dan daur ulang sampah. Di Nabire, Papua Tengah, ada sektor pariwisata, pengembangan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di Mimika, juga perdagangan besar dan eceran. Di Papua Selatan, Merauke, ada pertanian, ekonomi kreatif (kriya) di Asmat, sektor perikanan di tiga kabupaten yaitu Asmat, Mappi, dan Merauke berikut industri pengolahan. Papua Pegunungan sendiri punya pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Tolikara atau Jayawijaya dengan komoditas unggulan ubi jalar dan sayuran.
Sejauh ini, peran penting belanja pemerintah mendominasi perekonomian di Papua dalam realisasi anggaran penerimaan dan belanja pemda. Untuk itu, menurut Juli, penguatan digitalisasi di lingkup pemda melalui implementasi ETPD (Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah) perlu dilakukan untuk mengoptimalkan dan mengefisiensikan realisasi anggaran.
“Melalui pemanfaatan digitalisasi (ETPD) diharapkan dapat meningkatkan PAD, efisiensi belanja pemerintah, serta tata kelola anggaran sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Kita tentunya mendorong supaya digitalisasi bagaimana belanja dan penerimaan itu sebisa mungkin menggunakan non tunai. Karena itu lebih, efektif, efisien dan dari sisi tata kelola juga lebih bagus,” ujar Juli.
Terakhir, Juli Budi Winantya meminta perlunya upaya meningkatkan keterampilan dan kualitas tenaga kerja usia muda agar ekonomi dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan memanfaatkan bonus demografi.
“Potensi perolehan dari bonus demografi (demographic dividen) generasi muda ini nantinya 2035 kan puncaknya, akan menurun, nah ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya supaya nanti pertumbuhan yang tadi kita inginkan berkelanjutan, inklusif kemudian kuat dan seimbang bisa kita capai,” tukasnya. (*)