SENTANI,FP.COM – WWF Indonesia Program Papua menggelar kegiatan gathering sehari bersama 25 komunitas dari Kota dan Kabupaten Jayapura pada Rabu (12/2/2025). Kegiatan yang berlangsung di Learning Center Holey Narey Sereh Sentani ini bertujuan mengajak kolaborasi berbagai komunitas untuk peduli terhadap pengelolaan sampah sisa makanan yang saat ini menjadi perhatian utama WWF.
Wika Rumbiak, Head Forest and Wildlife Program for Papua kepada awak media menjelaskan bahwa kegiatan ini dilatarbelakangi oleh data yang menunjukkan bahwa sampah sisa makanan berkontribusi sebesar 40 hingga 60 persen terhadap peningkatan emisi gas metan di Kabupaten Jayapura dan Merauke.
“Kami sudah cek di Papua ini belum ada ahli yang meneliti tentang ini. Tapi kami tetap concern untuk hal ini karena gas metan yang dihasilkan dari sampah sisa makanan itu menyebabkan peningkatan emisi sekitar 40 sampai 60 persen. Selain kita menjaga hutan, kita juga harus menjaga sisa makanan supaya tidak jadi gas metan. Kalau busuk (sampah) ada asap-asap agak hangat itu jadi gas metan. Ketika baseline-nya kita dapat, tentunya kita akan mempromosikan lagi nih selain plastik yang harus kita lakukan adalah pilah sampah basah dan kering,” ujar Wika.
Menurutnya, edukasi tentang pilah sampah harus menjadi tren di masyarakat. Peran berbagai komunitas dan media sangat penting dalam menyosialisasikan pentingnya pengelolaan sampah sisa makanan. Wika juga menyampaikan bahwa daripada dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS), sampah sisa makanan sebaiknya dikelola sendiri untuk berbagai hal, di antaranya menjadikan magot sebagai pakan ternak.
“Mama-mama di rumah sebenarnya sudah melakukan itu, misalnya sebelum cuci piring pisahkan ke tempat khusus yang sisa makanan itu sebenarnya sudah hal yang positif sekali. Tinggal bagaimana kita lanjutkan, kita mau buat apa kalau nanti kita uji coba ini sementara belum jalan ya, tapi jika nanti uji coba dari sisa makanan kita buat seperti magot. Jadi magot dari lalat BSF, BSF itu kemudian jadi magot, magot itu jadi pakan ternak,” jelasnya.
Wika menambahkan, jika di Jawa, magot hasil budidaya diperjualbelikan. Hal ini bisa menjadi peluang ekonomi di Papua. Selain menjadi pakan ternak, sampah sisa makanan juga bisa diolah menjadi eco enzyme. Caranya, sisa makanan ditumpuk di dalam ember, diberi air, dan ditutup. Air hitam yang dihasilkan di bawahnya adalah eco enzyme yang bisa menjadi kompos cair yang berfungsi sebagai pupuk bagi tanaman di pekarangan rumah.
“Atau buang saja sisa makanan ke tanah yang ada tanaman tidak ada baunya dan cepat sekali menyerap jadi kompos. Jadi tidak harus kita buang saja di tempat sampah. Berikutnya, kita bisa juga kumpul sisa makanan di ember dan kita berikan ke peternak. Jadi ini upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak emisi yang tinggi dari sampah sisa makanan,” pungkasnya.
Dengan adanya kegiatan ini, WWF Indonesia berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat Jayapura akan pentingnya pengelolaan sampah sisa makanan dan mendorong partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan. (AiWr)