SENTANI, FP.COM – Kopi Papua dalam ragam jenis sudah punya cukup nama di pasar nasional, bahkan ke masuk ke berbagai benua. Ekspor kopi Papua otomatis membawa berkah bagi para pengusaha yang berkecimpung dalam perdagangan komoditas ini. Mereka meraup untung yang lumayan dari tingginya permintaan pasar.
Ironisnya, kondisi ini berbanding terbalik dengan para petani kopi Papua. Ini pula yang menjadi keprihatinan Ketua Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) DPD Provinsi Papua Andrew Bahabol.
“Kita kasihan terhadap petani kopi dan penggiat kopi di daerah karena semua orang promosikan kopi tanpa memperhatikan kehidupan petaninya.” katanya saat di temui Fokus Papua akhir pekan ini di Sentani, Kabupaten Jayapura.
Katanya, tidak ada upaya untuk menyiapkan petani untuk produksi dalam skala besar. Ia juga menyayangkan keterbatasan pengetahuan petani terhadap proses perawatan kopi hingga penjualan. Tak jarang, para petani melego produknya dengan harga rendah.
“Dari harga 100 ribu rupiah per kilogram itu mereka tawar dari petani sampai 40 ribu rupiah, lalu mereka bawah pergi ikut event. Tidak masalah, ada positifnya, mereka membawa nama Papua, tapi negatifnya mereka tidak siapkan Petani,” bebernya.
Ia mengaku, peran pihaknya untuk mengedukasi petani masih minim karena keterbatasan anggaran. Yang bisa dilakukan sebatas diskusi per telepon atau petani bertandang ke tempatnya. Kecuali untuk barista, sekarang ini mereka tengah membina 200 anak asli Papua.
“Pemerintah juga saya ajak kerja sama dengan kami Asosiasi Kopi. Kalau ada dana kami mau buat coffee tourism, karena
Bahabol punya mimpi besar, Papua jadi lumbung kopi nasional di tahun 2030, dan kopi menjadi pendapatan terbesar daerah.
“Saya pikir, mungkin karena saat ini kopi belum bikin apa-apa jadi pemerintah abaikan ini.”
Menurutnya, permintaan pasar internasional saat ini sangat tinggi antara 40 ribu hingga 50 ribu ton. “Kalau kita bisa siapkan ini saya pikir sejahtera sudah petani kopi di Papua,” terang pria yang gemar memakai topi cowboy ini.
“Papua perlu bersatu untuk membangun kesejahtreaan bagi seluruh masyarakatnya, pemerintah tolong ego sentris dihentikan.”
“Kalau hari ini, pariwisata itu, Bali dan Raja Ampat siapkan pantainya, maka kita Papua harus siapkan alamnya.”
“Harapan utama saya, orang Papua harus kelola sumber daya alamnya dan harus tahu tanahnya mengandung apa. Kalau cocok untuk pertanian tanam kopi dan cokelat. ayo kita tanam, pasar sudah ada,” lanjutnya.
Bahabol sangat meyakini komoditas kopi sanggup mensejahterakan masyarakat Papua. Ia berkaca dari negara-negara seperti Panama dan Ethiopia yang kini bangkit dari hasil pertaniannya.
Andrew mengajak para millenial untuk pulang kampung, membuka perkebunan kopi.
“Mari kita pulang kampung, kita kelola seluruh kehidupan dan produk kopi ini salah satu yang bisa menjawab kehidupan rakyat karena kopi tersedia pasarnya, cokelat juga. Hentikan hidup bergantung pada pemerintah, sama-sama kita bergabung di Asosiasi Kopi Indonesia, kita kelola sumber daya alam kita, karena kopi pasti laku,” tutupnya. (*)