JAYAPURA,FP.COM – Sekertaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Akpasindo) Provinsi Papua, Yonas Rahangnimas, mewakili Petani eks PTPN II Arso Kabupaten Keerom, mengeluhkan harga Tandan Buah Sawit (TBS) yang diberlakukan PT.Tandan Sawita Papua (TSP) kepada Petani eks PTPN II Arso. Pasalnya harga beli TBS oleh PT.TSP dari Petani eks PTPN II itu selisihnya sangat besar dari harga TBS yang ditetapkan pemerintah.
“ Harga TBS dari pemerintah itu 2100, tapi harga beli yang ditetapkan PT.TSP kepada eks Petani PTPN II itu antara 1200 – 1600. Selisihnya sangat besar. Ya, walaupun Petani Eks PTPN II tak masuk dalam regulasi, mereka harusnya dipandang sebagai manusia yang layak dihargai dengan wajar,”ujar Rahangnimas ketika mengikuti kegiatan penetapan harga TBS Bulan April yang dilaksanakan Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua, di Jayapura, Kamis 27 April 2023.
Karena itu, Yonas Rahangnimas minta kepada Pemerintah Provinsi Papua, melalui Dinas Pertanian dan Pangan untuk memfasilitasi kebijakan harga Tandan Buah Sawit (TBS) antara Petani eks PTPN II Arso dan PT. Tandan Sawita Papua (TSP). “ Kasihan para petani eks PTPN II. Karena ini sudah berjalan dari 2019 sampai sekarang, tidak ada kebijakan yang adil bagi mereka,” tandasnya.
Yonas menambahkan, pada pertemuan Oktober 2022 lalu, sudah ada kesepakatan, namun ini tidak jalan. “ Jadi harapannya, dinas fasilitasi duduk sama-sama dengan pihak TSP dan Petani eks PTPN, bolehlah dia tidak sesuai harga TBS pemerintah, tapi selisihnya jangan sampai besar seperti itu. Kalau TSP beli dengan harga 1700 atau 1800, itu masih wajar. Itu yang diharapkan dari kesepakatan Oktober 2022,” jelasnya.
Perlu diketahui, Perusahaan Kelapa Sawit masuk di Arso Tahun 1982,melalui PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN) II, telah membuka lahan 3600 Hektar untuk plasma, yang dibagi untuk 1800 Kepala Keluarga (KK), dimana 1 KK dapat 3 hektar; 1 Hektar untuk rumah dan kebun pekarangan, 2 hektar untuk kebun sawit.
Saat ini umur sawit eks PTPN II itu sudah lebih dari 40 tahun, termasuk kategori tanaman tua. Meski demikian, Sawitnya masih tetap berproduksi, dan tersebar pada beberapa titik, yaitu Pir 1, Pir 2, Workwana, Pir 3, Pir 4, Wembi, Wambes dan Yamara.
Pasca pailitnya PTPN II Tahun 2017, 1800 KK ini kemudian kehilangan pendapatan dari sawit. Kemudian timbul gejolak di masyarakat. Pabrik berhenti, tapi buah di pohon itu masih ada. Kemudian 2019 ada PT.Tandan Sawita Papua (Rajawali) yang masuk dan sudah memiliki pabrik. Keberadaan pabrik atau perusahaan ini bisa dikatakan bertetangga, berjarak 20 KM dari lokasi eks PTPN, sehingga memungkinkan Petani eks PTPN II menjual TBSnya ke Pabrik PT.TSP.
“Ongkos yang dikeluarkan Petani sawit PTPN II itu sangat besar, mulai dari bayar tenaga kerja, sewa truk, bahkan tunggu antrean berhari-hari. Itu harus jadi bagian penting untuk diperhitungkan. Costnya tidak sesuai pendapatan,jadi mohon mereka dapat dibantu,” harapnya.*)