JAYAPURA, FP.COM – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua tahun anggaran 2022. Opini WDP ini sekaligus memutus rekor Papua yang delapan tahun berturut turut, sejak 2014, meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) itu telah diserahkan Auditor Utama Keuangan Negara VI (Tortama KN VI) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Laode Nusriadi di kantor DPR Papua, Jumat (12/5/2023).
Meskipun daerahnya harus turun kelas, Pelaksana harian (Plh) Gubernur Papua Ridwan Rumasukun berupaya menangkap sisi positif dari nilai hasil pemeriksaan tersebut. Bagi Ridwan, terlepas dari apapun opini yang diberikan, LHP BPK RI akan memberikan informasi bermanfaat sebagai sarana peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah serta memberi informasi untuk pengambilan keputusan dalam usaha mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government).
“Tadinya kita WTP delapan kali berturut-turut, namun hari ini kita memperoleh WDP. Ini jadi koreksi untuk kita semua, kerja lebih baik ke depan,” kata Ridwan Rumasukun.
Masih tentang opini WDP itu, Ridwan berkilah, hasil ini sedikit banyak dipengaruhi oleh pengelolaan dana otonomi khusus dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua serta regulasi turunannya. Ditambah pula dengan adanya pemekaran 3 (tiga) Daerah Otonomi Baru (DOB) yang berdampak terhadap kapasitas fiskal Pemerintah Provinsi Papua.
“Perubahan kebijakan pengelolaan dana otonomi khusus dan DOB tersebut, berdampak pada proses penetapan perubahan APBD tahun anggaran 2022 yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” jelasnya.
Pada dasarnya, kata Ridwan, perubahan APBD tahun anggaran 2022 tetap dilakukan dengan berpedoman pada regulasi dan peraturan perundangan yang berlaku untuk memastikan pelayanan publik tidak terganggu, khususnya pelayanan pendidikan dan kesehatan serta program yang penting, mendesak, wajib dan mengikat bagi daerah. (FPKontr3)