JAYAPURA, FP.COM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Noken melaksanakan pembinaan bagi sanggar-sanggar noken yang ada di Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi dan Kota Jayapura. Kegiatan dibuka pada Kamis (7/11) oleh kepala Disbudpar Papua Yimin Weya di aula Museum Negeri Waena.
Kegiatan pembinaan yang melibatkan 30 sanggar noken ini diawali dengan penyerahan dukungan alat jahit (mesin benang) yang diterima oleh empat perwakilan kabupaten/kota.
Kegiatan dilanjutkan dengan materi seputar noken, cikal bakal ditetapkan menjadi warisan dunia budaya tak benda hingga pengelolaan sanggar termasuk kiat-kiat sukses UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Beberapa poin penting dari itu seperti bagaimana memahami kebutuhan pasar, mempelajari produk kompetitor, kualitas, dan wadah yang menarik sebagai salah satu media pemasaran, serta menentukan harga yang kompetitif sesuai dengan kualitas produk.
Peningkatan produksi secara berkelanjutan juga menjadi pembahasan. Intinya, para pengrajin diharapkan mampu mengelola sanggar dengan produk-produk lokal yang mampu berdaya saing.
Kepala UPTD Noken Erick Ohee saat ditemui di sela-sela kegiatan mengungkapkan jika pelaksanaan kegiatan ini masih bagian semarak Hari Noken yang diperingati setiap 4 Desember.
Bagi Erick, makna noken sebagai warisan budaya dunia harus dipahami oleh pengrajin. Kegiatan juga sekaligus wadah UPTD memberikan spirit bagi para pengrajin noken yang didominasi Mama-mama untuk tetap berkarya di tengah dinamika perkembangan zaman. Erick menegaskan, kearifan lokal harus terjaga di tengah globalisasi dan arus modernisasi, dan itu kewajiban semua orang.
Dia meminta masyarakat khususnya kalangan muda agar tidak meninggalkan budaya dan kearifan lokal. Kondisi tersebut memprihatinkan terhadap kelestarian adat istiadat daerah ini.
Menurut Erick, seharusnya kemajuan Masyarakat bisa dicapai tanpa harus kehilangan identitas, masyarakat bisa berkarya tanpa terpengaruh budaya luar.
Dalam semangat hari Noken, Erick menggalang partisipasi semua kalangan agar menjadikan noken sebagai aksesoris yang melekat pada aktivitas setiap hari tak terkecuali bagi mereka yang sadar pentingnya “good looking”.
“Untuk pengguna noken, kami dari UPT berharap jangan melihat nilai mahalnya tapi menghargai budaya kita. Ibu-Ibu menjual noken dengan harga yang tinggi bukan karena tasnya tapi teknik rajutan dan bahan bakunya sehingga kita tidak perlu mengatakan itu mahal.”
“Noken itu layak diberikan harga dan kalau kita mau membeli itu kita ambil dengan suka cita. Kalau tidak (beli), kita tetap menghormati apa yang mereka punya. Jadi berbelanjalah dengan suka cita di pengrajin-pengrajin kami. Di manapun saudara berada, dari mana pun asal suku saudara di situ orang akan lihat bagaimana Anda memaknai orang Papua dengan hati,” beber Erick.
Untuk menekan harga produksi yang tinggi pihaknya menginisiasi pemberian bantuan bagi para pengrajin. Ini juga mengakomodir keinginan pemerintah agar pengrajin berinovasi mengembangkan produk lokal yang berdaya saing menuju pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal terhadap peningkatan ekonomi rumah tangga. (*)