JAYAPURA, FP.COM – Pada tahun 2017, pemerintah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sasaran program ini adalah pada Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) yang memiliki kategori feasible namun belum bankable. UMKM sendiri memiliki kontribusi yang sangat besar dan krusial bagi perekonomian nasional dengan penyerapan 97 persen tenaga kerja dan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60 persen.
KUR terdiri dari beberapa jenis, mulai dari mikro, kecil, TKI, khusus, serta super mikro yang dapat diakses dengan bunga cukup rendah yaitu 6 persen per tahun. Variasi jenis KUR yang dapat diakses oleh UMKM tergantung dari besaran modal yang dibutuhkan serta sasaran khusus dari program KUR sendiri.
Semenjak diluncurkan, nilai KUR telah disalurkan sebesar Rp.241 triliun ke 34 Provinsi di Indonesia dengan serapan tertinggi di Pulau Jawa.
“Provinsi Papua telah menyerap sebesar 2 triliun atau 0,84 persen dari total KUR dengan kualitas NPL kredit sebesar 1,3 persen lebih tinggi dibandingkan NPL nasional yang sebesar 0.88 persen,” ungkap Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua, Naek Tigor Sinaga, dalam Bincang-Bincang Bersama Media (BBM), Sabtu 31/07/2021.
Sinaga melanjutkan, KUR di Papua masih didominasi oleh sektor perdagangan dengan pangsa 49 persen. Dari jenisnya, KUR Mikro memiliki pangsa terbesar (54%), diikuti KUR kecil (41%) dan KUR Super Mikro (5%).
Berdasarkan penggunaannya, mayoritas KUR di Papua disalurkan kepada sektor perdagangan melalui skema KUR Mikro, dan Kecil. Sementara itu, peluang untuk mengembangkan KUR dianggap cukup besar, mengingat hingga saat ini baru terdapat 16.250 debitur yang memanfaatkan fasilitas KUR dengan outstanding 664 miliar rupiah.
Namun, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih berkutat dengan permasalahan yang acap kali dinilai tidak mampu memenuhi syarat perbankan (bankable) walaupun secara prospek banyak UMKM yang layak diberikan akses perbankan. Akibatnya, tidak semua UMKM mampu mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Sinaga menyebut, setidaknya ada 5 (lima) tantangan penyaluran KUR di Papua yaitu perlunya peningkatan literasi kepada UMKM, pengurusan dokumen prasyarat KUR yang perlu dipermudah, dokumen izin usaha dll; pertumbuhan penyaluran KUR yang belum optimal; dan pembinaan UMKM yang belum terintegrasi lintas instansi, serta perlunya peningkatan kualitas pencatatan keungan UMKM.
“Dengan memperhatikan kompleksitas permasalahan penyaluran KUR di Papua, sinergi lintas instansi dibutuhkan untuk dapat menjawab tantangan tersebut,” jelasnya.
Di Papua, Bank Indonesia mengklaim telah mendorong 12 dari 40 UMKM mitra/binaan untuk mendapatkan KUR serta memfasilitasi UMKM untuk dapat melakukan pencatatan laporan keungan menggunakan aplikasi SI APIK (Sistem Informasi Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan).
“SI APIK merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh BI untuk mendukung peningkatan kualitas laporan keuangan UMKM itu yang saat ini kita dorong,” tutupnya. (*)