Membangunkan Waibu, Menjemput Jaya lewat Program Desa Berdaya

Areal Bagian Depan Taman Inspirasi Waibu

Di bawah awasan raksasa Cycloop, siang itu, Kota Sentani tengah asik bermandi terik sang mentari. Rasa gerah kian terasa oleh hiruk pikuk kendaraan bermotor. Meski harus berpeluh, tak butuh waktu lama bagi saya untuk bergegas dari sana dan menemukan suasana tenteram di sebelah barat kota di mana bukit Tungkuwiri berdiri anggun. Ia memilih menyepi dalam balutan selimut rumput hijaunya.

Pegunungan Cycloop

Tungkuwiri belakangan tersohor setelah bersalin nama menjadi bukit Teletubies. Entah siapa yang menamainya. Mudah ditebak bila sebutan anyar ini mengadopsi serial televisi Inggris, Teletubies, karya Anne Wood dan Andrew Devenport. Tentu karena kesamaan lanskap padang hijaunya.

Read More
iklan

Menyusuri pinggiran bukit hijau itu, berbekal peta di gawai, saya meraba jalan menuju Kwadeware, sebuah kampung dalam wilayah Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Tujuan saya satu: menemukan lokasi
Taman Inspirasi Waibu!.

Bukit Tungkuwiri (Teletubies)

Di media sosial dan mainstream, Taman Inspirasi Waibu beberapa waktu lalu menyita perhatianku. Berita-berita yang berseliweran mengabarkan, taman ini merupakan gabungan dari beberapa usaha seperti perkebunan, peternakan, hingga pasar mini dan dikelola oleh sebuah komunitas pemuda setempat. Namun, itu saja tak cukup memenuhi rasa ingin tahuku.

Terang saja saya penasaran, apa yang membuat pembesar selevel Presiden Joko Widodo sampai punya agenda ke sini, medio Juli 2023 lalu. Disebut pula, Jokowi memuji kreativitas dan inovasi anak-anak muda itu.

Ibarat magnet, sebelum Presiden Jokowi, taman Waibu juga menarik kunjungan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno. Senada Jokowi, Sandiaga memuji proses pengolahan pertanian berbasis teknologi yang dilakukan secara modern di taman ini.

Plang Papan Nama Taman Inspirasi Waibu

Tidak ada kesulitan berarti untuk menemukan tempat yang saya cari. WAIBU AGRO EDU TOURISM. Rangkaian huruf-huruf kapital berwarna putih, berukuran besar itu memberi kesan serius akan pengelolaannya. Terpasang di atas pilar setinggi tiga meter, latar biru gunung Cycloop membuat tulisannya terlihat “hidup”.

Memasuki kawasan taman, saya disuguhkan dengan hamparan kebun sayuran, nampaknya baru saja dipanen. Masih di bagian depan, berdiri sebuah pasar mini (fresh mart), menjual bahan pokok berikut hasil pertanian. Sepi. Sepertinya saya kurang beruntung, tak ada yang bisa diajak berbincang.

Salah satu sudut Taman Inspirasi Waibu

Saya pun mendekati pekarangan sebuah rumah di sudut taman. Dewi fortuna berpihak padaku, di sini saya bertemu pasangan suami istri, Frengky Tungkoye dan Jeny Suebu. Frengky yang sedang mengurusi ayam peliharaannya menyambut kedatangan saya dengan riang. Katanya, anggota komunitas baru saja pergi.

Frengky menawarkan segenggam buah pinang yang spontan saya terima. Bagi masyarakat Sentani dan umumnya Papua, pinang adalah simbol budaya dalam menyambut tamu, perkenalan, sekaligus pembuka komunikasi. Pendeknya, disuguhi pinang alamat Anda diterima dengan hormat.

Keluarga besar Frengky, marga Tungkoye, punya andil besar di balik pembangunan Taman Waibu. Merekalah pemilik hak ulayat untuk lokasi tersebut. Frengky sendiri adalah anggota Kitorang, komunitas pemuda pengelola taman. Menurut pria tiga puluhan tahun ini, lahan tidur seluas dua hektar itu dipinjamkan cuma-cuma, tanpa embel-embel pembebasan. Keluarga besarnya berharap, kehadiran taman ini dapat memperbaiki kesejahteraan warga lokal.

***


Taman Inspirasi Waibu dirintis sejak awal 2023 menyusul digulirkannya Program Desa Berdaya oleh PT PLN (Perusahaan Listrik Negara) Persero sebagai bentuk Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL). Pada pelaksanaan program, PLN melalui Unit Induk Pembangunan Maluku dan Papua (UIP MPA) menggandeng komunitas pemuda Kitorang. Kitorang adalah bahasa lokal, dapat diartikan “kami” atau “kita”.

Taman yang kini dikenal sebagai Waibu Agro Edu Tourism berada dalam wilayah administrasi Kampung Kwadeware, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura.

Distrik Waibu dengan luas 277,95 kilometer persegi membawahi tujuh kampung. Selain Kwadeware, di daratan besar ada Doyo Baru, Doyo Lama dan Bambar. Sementara, di pesisir dan dalam danau Sentani terdapat Kampung Sosiri, Yakonde dan Dondai. Masuknya program Desa Berdaya membuat Waibu bukan lagi sekadar nama distrik, kini dipopulerkan sebagai akronim Wajah Indonesia Baru.

Kampung Kwadeware, lokasi taman, berpopulasi 624 jiwa atau 300 kepala keluarga (BPS 2021). Luas wilayahnya 26,58 kilometer persegi. Data Kitorang (2023) mencatat, hanya 14 persen warga Kwadeware yang berpenghasilan tetap, di mana 12 persennya adalah pegawai negeri sipil dan sisanya pelaku usaha kecil.

Efraim Ramandey, ketua Kitorang yang saya hubungi akhir November lalu menyebut, secara geografis, Waibu, khususnya Kwadeware sangat strategis dengan aksesibilitas yang terkoneksi dengan baik. Apalagi dekat dengan objek wisata Bukit Teletubies. Tak hanya itu, Kwadeware merupakan daerah yang subur dan memiliki banyak lahan tidur. Agak miris jika dibandingkan dengan perekonomian masyarakatnya yang terpuruk. Hal ini pula yang menjadi dasar pemikiran dan konsep pelaksanaan program yang digagas komunitasnya bersama PLN Unit Induk Pembangunan Maluku dan Papua. Harapannya, program ini dapat memberdayakan dan mengerek perekonomian masyarakat.

Presiden Joko Widodo saat meninjau Green House medio Juli 2023/foto: Efraim Ramandey

Efraim ingat betul pesan Presiden Jokowi ketika berkunjung: “pentingnya melihat prospek dari permintaan pasar”. Pesan ini pula yang jadi pelecut semangat mengembangkan kegiatan dalam taman. Maka lahirlah ide tur wisata dan paket belajar teknologi pertanian. Paket belajar ini dibimbing instruktur terlatih, terdiri dari tujuh pemuda asal Waibu yang telah menjalani program pelatihan ilmu hidroponik. Mereka mendapat gemblengan dari mentor yang didatangkan oleh PLN.

Menyandang status local champion, para pemuda tadi bertugas merekrut dan membina pemuda lainnya. Atas bantuan Frengky, saya berhasil mengontak salah satunya. Namanya Luis Marbase. Dengan fasih, Luis menjelaskan seluk beluk hidroponik. Katanya, pada pokoknya, teknologi ini memanfaatkan air dalam pipa sebagai media tanam, tanpa tanah (soilless), kecuali pupuk jenis AB-mix untuk nutrisi. Air dalam pipa paralon digerakkan dengan mesin pompa untuk distribusi pupuk. Banyaknya mesin tergantung ukuran panjang pipa. Biasanya, untuk ukuran 12 meter, cukup satu pompa besar. Airnya tidak perlu diganti setiap waktu, kecuali berlumut atau ditemukan bangkai hewan di dalamnya.

Kangkung yang ditanam menggunakan teknologi hidroponik di Taman Waibu

Dari sisi biaya produksi, hidroponik praktis lebih hemat. Jarak masa tanam ke panen pun singkat, hanya butuh butuh tiga minggu (21 hari). Bandingkan dengan cara konvensional (tradisional) yang membutuhkan waktu 30-45 hari untuk kangkung misalnya. Masih kata Luis, selain kangkung, sekarang ini mereka mempraktikkan teknologi hidroponik untuk sayuran lain seperti sawi, pakcoy dan selada air.

Teknologi hidroponik pada prinsipnya sejalan dengan pertanian go digital dengan konsep electrifying agriculture yang didorong PLN dalam beberapa tahun belakangan. Ini adalah model pertanian modern berbasis listrik, murah dan ramah lingkungan. Electrifying agriculture meninggalkan alat mesin pertanian (alsintan) berbahan bakar fosil yang mahal dan merusak lingkungan.

Lalu, sejauh mana peran PLN di taman Waibu? Selain gelontoran dana dan menyiapkan local champion tadi, perusahaan plat merah itu tak serta merta lepas tangan. Dalam perjalanan program, PLN melakukan kontrol dan evalusi menggunakan metode Social Return on Investment (SROI) dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM).

Penilaian SROI merupakan rumus perbandinganan present of value dengan value of input. Artinya, setiap investasi yang dikeluarkan oleh PLN menghasilkan outcome yang dilihat dari ketiga aspek yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Sedangkan IKM mengacu pada 14 unsur pelayanan yang dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang. Kedua metode pengukuran membantu perusahaan memahami bagaimana mengelola nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi yang dihasilkan program TJSL.

Memang, masih terlalu dini untuk menilai keberhasilan program ini, namun tanda-tanda itu mulai terlihat. Hadirnya fresh mart diklaim memangkas jarak, waktu dan biaya transportasi masyarakat saat berbelanja kebutuhan pokok. Belum lagi, produk usaha kecil masyarakat lokal seperti keripik sayur sudah tersedia di sini. Sementara, budidaya sayuran hidroponik telah mempekerjakan lebih dari sepuluh pemuda kampung.

Hadirnya taman ini juga membuat Waibu, terutama Kwadeware lebih ramai dari waktu-waktu sebelumnya. Apalagi, di dalam taman juga terdapat program binaan Papua Youth Creative Hub (PYCH) bersama Badan Intelijen Negara (BIN) seperti budidaya perikanan (bioflog), lab pertanian (farming lab) dan produksi pakan ternak.

Layaknya saya, banyak warga luar dan kalangan pelajar yang penasaran ke sana, baik tamasya dengan ole ole sayuran segar maupun mengenal teknologi pertanian. Dengan begitu, pelan tapi pasti, Waibu Agro Edu Tourism menjelma menjadi tujuan wisata sekaligus taman belajar. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment