Mengenal KUR dan UMi, Program Pemerintah yang Saling Melengkapi

Salah satu Bank Penyalur KUR.

JAYAPURA, FP.COM – Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Papua pada Oktober lalu melakukan kerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Papua dan Papua Barat, Bank Indonesia Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Barat dalam rangka optimalisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ultra Mikro (UMi).

Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II DJPb Provinsi Papua, Rochmat Basuki mengatakan kerjasama dilakukan lantaran DJPb melihat sejumlah stakeholder memiliki beberapa program yang tujuannya sama salah satunya penyaluran kredit bagi UMKM.

Read More
iklan

“Selama ini Kementerian Keuangan punya program sendiri untuk UMKM, begitupun OJK dan BI, supaya lebih optimal dan tidak tumpang tindih, kita melakukan MoU agar bisa bergerak bersama,” ucap Rochmat, Senin (30/11/2020).

Meski penyaluran KUR dan UMi di Papua masih cukup baik, tetapi, kata Rochmat, secara nasional masih sangat kecil. Penyaluran KUR di Papua masih 0,5 persen dari nasional dan penyaluran UMi baru mencapai 0,02 persen.

“Penyaluran KUR secara nasional mencapai Rp140 triliun, di Papua baru Rp1 triliun, sementara, penyaluran kredit UMi secara nasional sekitar Rp8 triliun, di Papua hanya Rp2 miliar, jadi masih sangat kecil penyalurannya,” kata Rochmat.

DJPb berharap kerjasama yang telah dilakukan dapat meningkatkan jumlah penyaluran KUR dan UMi lantaran pihaknya menilai bahwa potensi penyaluran masih sangat besar.

“Dengan menyalurkan kredit UMi otomatis ada efek domino secara bisnis, mereka mendapatkan keuntungan, tapi secara kesejahteraan, mereka akan mendidik masyarakat Papua terutama yang baru merintis usaha. Jadi secara otomatis akan berdampak pada perekonomian masyarakat di Papua, dan anggaran Pemda lebih efisien, ini yang kami inginkan dari MoU tersebut,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala OJK Provinsi Papua dan Papua Barat, Adolf Fictor Tunggul Simanjuntak mengatakan OJK dalam mengawal optimalisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan optimalisasi penyaluran kredit Ultra Mikro (UMi) telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) bersama stakeholder  pada Oktober lalu yang diinisiasi oleh DJPb.

Adolf menambahkan bahwa OJK mencatat hingga Oktober 2020, penyaluran KUR di Papua sebesar Rp936,3 miliar kepada 22.163 debitur., dan penyaluran kredit UMi sebesar Rp7,89 miliar kepada 20.448 debitur.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Tenaga Kerja Provinsi Papua, Omah Laduani Ladamay mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua sangat merespon positif MoU tersebut.

Tindaklanjut dari MoU tersebut, kata Laduani, adalah membentuk Tim Percepatan Pengembangan UMKM, IKM dan Koperasi.

“Beberapa waktu lalu kami melakukan rapat dengan salah satu bank BUMN, dari hasil rapat ini diketahui bahwa sisa dana masih 30 persen yang belum terserap untuk penyaluran kredit bagi UMKM, makanya MoU dengan sejumlah instansi tersebut kita harapkan penyerapan dana KUR dan UMi lebih maksimal,” ucap Laduani, Kamis (19/11/2020).

Menurutnya, ada 6 hal utama yang didorong terkait optimalisasi penyaluran kredit di Papua. Pertama, Go Skill untuk meningkatkan ketrampilan, kedua, Go Modal, mobilisasi modal harus dilakukan baik dari pemerintah, maupun dari lembaga keuangan.

“Hal ketiga yang kita dorong adalah Go Inovasi Teknologi, karena produksi tidak efisien tanpa teknologi, keempat, Go Retail. Mengapa go retail?, karena banyak produksi UMKM dari Papua belum maksimal masuk ke pasar retail nasional,” jelasnya.

“Kelima, Go Digital dan keenam adalah Go Ekspor. Go ekspor ini target kita tak hanya di dalam negeri, tetapi juga hingga ke mancanegara,” lanjut dia.

Laduani mengatakan bahwa MoU bukan hanya kepentingan daerah, melainkan juga kepentingan nasional lantaran UMKM, IKM dan Koperasi merupakan benteng pertahanan perekonomian Indonesia.

“Kementerian terkait telah menginstruksikan ke daerah untuk segera menyatukan UMKM, IKM dan Koperasi. Tugas koperasi adalah ekspor, karena ekspor akan memperkuat ekonomi lokal kita, baik ekspor kita ke daerah lain maupun ke mancanegara. Ini kepentinngan kekuatan nasional yang harus kita bangun,” imbuhnya.

Program KUR dan UMi

Mengutip laman Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang cukup penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia.

Karena pelaku UMKM dan koperasi merupakan bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat seperti petani, peternak, petambang, pengrajin, pedagang, nelayan dan penyedia berbagai jasa.

Selain itu, UMKM merupakan salah satu penopang perekonomian Indonesia dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja serta ekspor yang cukup besar.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi sektor UMKM terhadap PDB nasional terus meningkat menjadi sebesar 62,57 persen pada tahun 2017.

Kontribusi sektor UMKM terhadap penyerapan total tenaga kerja juga tinggi, yaitu sebesar 96,99 persen dari total tenaga kerja sektor swasta.

Selain itu, UMKM sudah terbukti mampu bertahan saat terjadi krisis moneter di tahun 1997-1998. Hal penting lainnya UMKM berperan dalam mendistribusikan hasil-hasil pembangunan dan merupakan salah satu solusi untuk mengurangi ketimpangan maupun kesenjangan pendapatan masyarakat.

Di sisi lain UMKM juga mengalami kendala terkait dengan permasalahan permodalan yang aksesnya masih sulit diperoleh dan tingkat suku bunga yang sangat tinggi.  Berdasarkan hal tersebut pemerintah terus menciptakan dan mendukung program pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan dengan memberikan program pembiayaan kredit pemerintah seperti KUR dan UMI.

Dukungan program pembiayaan ini sangat penting karena diharapkan menumbuhkan pelaku usaha baru maupun meningkatkan daya saing UMKM sehingga bisa meningkat ke skala usaha yang lebih besar.

Perbedaan KUR dan UMi

Untuk lebih memahami program KUR dan UMi, perlu melihat perbedaan diantara kedua program pemerintah tersebut. 

Pertama, adalah terkait sasaran debitur, KUR menyasar UMKM yang mempunyai surat izin usaha dan usahanya minimal sudah berjalan 6 (enam) bulan,  sedangkan UMI tidak mempersyaratkan surat izin usaha dan bisa dimanfaatkan wirausahawan baru, sehingga UMi menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi usaha ultra mikro. Sasaran pembiayaan UMi sebenarnya adalah usaha ultra mikro yang skala usahanya lebih kecil dari usaha mikro.

Kedua, tingkat suku bunga KUR cukup rendah yaitu  sebesar 7 persen memang lebih menarik bagi masyarakat dibandingkan tingkat bunga program UMi yang cukup tinggi, tetapi tingkat bunga UMi masih lebih rendah dibandingkan pinjaman ke Koperasi atau BPR.  Pemerintah juga berencana memangkas tingkat suku bunga pembiayaan UMi sehingga bisa lebih rendah dari KUR, tentunya ini merupakan berita gembira bagi calon debitur UMi.

Ketiga,  batas pinjaman KUR  lebih tinggi, untuk usaha mikro bisa sampai dengan Rp25 juta dan untuk usaha kecil bisa mencapai Rp500 juta.   KUR ada beberapa jenis yang dibagi sesuai dengan kriteria penerima yang sudah ditetapkan, sedangkan UMi hanya satu jenis yaitu untuk menjangkau pelaku usaha mikro yang membutuhkan dana dalam jumlah kecil seperti Rp500 ribu sampai dengan Rp10 juta.

Keempat, terkait agunan baik KUR Mikro maupun UMi (Debitur Kelompok)  tidak mewajibkan adanya agunan tambahan, walaupun berdasarkan survey DJPb kepada debitur penerima KUR sebagian besar mereka masih dikenakan agunan tambahan seperti rumah, mobil dan sebagainya.

Kelima, pembiayaan UMi dilakukan pendampingan oleh penyalur.  Adanya  pendampingan dalam program pembiayaan UMi dapat memberikan manfaat bagi debitur dalam pengembangan usaha dan  merupakan salah satu mitigasi resiko terjadinya non performing loan. Sedangkan KUR tidak dilakukan pendampingan.

Keenam, Pembiayaan KUR disalurkan melalui perbankan seperti BRI, BNI, Mandiri dan sebagainya. Sedangkan UMi disalurkan melalui lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yang saat ini dilaksanakan oleh PT Pegadaian, PT Permodalan Nasional Madani (PMN) dan PT Bahana Artha Ventura (BAV).

Dari beberapa kondisi tersebut di atas  maka dapat ditarik kesimpulan program KUR dan UMI sebenarnya adalah saling melengkapi, program UMi yang dimulai pada tahun 2017 melengkapi program KUR yang masih menyisakan keterbatasan dalam besaran kredit dan persyaratan. Dengan demikian para pelaku usaha mikro mempunyai pilihan alternatif akses pembiayaan sesuai kebutuhan dan karakteristik usaha yang dijalankannya.

Pelaksanaan Program KUR dan UMi tentunya memerlukan kerjasama dan sinergi dengan berbagai pihak seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Teknis, pemerintah daerah dan bank/ lembaga penyalur maupun masyarakat sendiri.

Peranan pemerintah pusat tentunya adalah memperbaiki regulasi, melakukan pembinaan  dan pengawasan. Pemerintah daerah berperan dalam memberikan data jumlah dan karakteristik UMKM di daerahnya dan lebih aktif dalam penyiapan dan pengunggahan data calon debitur KUR pada Sistem Informasi Kredit Program (SIKP).

Pengunggahan data calon debitur oleh pemerintah daerah dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan penyalur KUR maupun UMi. Dengan data tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan target penyaluran KUR maupun UMi.

Sedangkan peranan kita sebagai masyarakat, bisa berpartisipasi untuk berperan serta menyebarluaskan informasi adanya program pembiayaan pemerintah yang murah dan mudah untuk para pelaku usaha UMKM.

Dan tidak kalah penting hendaknya kita bersama juga peduli dengan keberlangsungan usaha dengan membeli produk-produk hasil UMKM. Dengan adanya sinergi bersama dalam pemberdayaan UMKM tersebut, diharapkan dapat segera mewujudkan kemandirian ekonomi rakyat menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. (FPKontr1)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *