MANOKWARI,FP.COM – Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda), bekerjasama dengan Conservation Internasional, Yayasan Mahkota Permata Tanah Papua, PT. EON Engineering dan Raja Ampat Research and Coservation Centre (RARCC) akan mendorong percepatan pembangunan Papua Barat Mooring Sistem (PBMS). Hal ini terungkap pada Workshop Mooring Sistem yang berlangsung di Manokwari, Selasa(23/11/2021).
Inisiatif mendorong PBMS ini dilatar belakangi oleh meningkatnya pengrusakan terhadap ekosistem karang yang dilakukan oleh kapal-kapal wisata. Jika hal ini dibiarkan, cepat atau lambat keanekaragaman hayati perairan Raja Ampat akan terganggu.
Kepala Balitbangda Papua Barat, Prof. Dr. Charlie D. Heatubun, S.Hut, M.Si menjelaskan, mooring system adalah sistem penambatan perahu atau kapal di perairan laut yang memiliki peran penting untuk menjaga ekosistem karang. Jika sistem ini tidak segera dikelola dengan baik, maka dapat mengancam populasi karang di Raja Ampat seiring dengan meningkatnya jumlah wisatawan dan kapal-kapal yang masuk ke perairan Raja Ampat.
Dikatakan, Papua Barat sebagai Provinsi Pembangunan Berkelanjutan yang berpijak pada hasil Deklarasi Manokwari dan lahir dari kegiatan ICBE, maka West Papua Mooring System perlu mendapat dukungan semua pihak. Sehingga tidak hanya berlaku bagi Kabupaten Raja Ampat, tapi bagi seluruh kawasan perairan di Papua Barat.
Meity Mondong selaku pemimpin program Conservation International di Papua Barat mengatakan, sistem tambatan perahu penting dikerjakan untuk menghentikan kerusakan terumbuh karang karena jangkar. Sistem ini harus dikelola secara profesional, ada perawatan, dan ada pendanaan berkelanjutan.
Max Ammer dari Raja Ampat Research and Coservation Centre (RARCC) juga mengungkapkan fakta yang mereka temui di Raja Ampat. Dikatakan, banyak sekali kerusakan karang yang terjadi akibat jangkar karang yang dibuang seenaknya. “Paling tidak satu kasus tiap bulan. Jangkar dibuang tanpa tambatan,” jelasnya.
“ Ada satu site dive di Raja Ampat yang sangat indah dan memiliki 374 jenis ikan yang dapat dilihat dalam satu kali menyelam. Sebuah kapal dengan nama Anakonda 2, membuang jangkar. Ini tidak bisa dibiarkan, harus ada sesuatu yang dilakukan, agar tempat ini jangan sampai rusak,” harapnya.
Mark Erdman dari Conservation International via zoom ikut memberikan dukungan. Dijelaskan, Papua Barat sebagai pusat keanekaragaman hayati, jadi sangat wajar membangun sistem tambatan perahu.
“Tahun 1997 di Bunaken itu menjadi isu yang sangat penting. Bedanya di Bunaken sekocinya kecil. Sementara di Papua Barat, di Raja Ampat itu kapal-kapal besar. 50 – 100 meter bisa rusak kalau dibuang karang. Apalagi yang dangkal di bawah 10 meter,” tandasnya.
Sementara itu, Wick Alliston dari PT. EON Engineering berharap sistem ini harus didukung dengan regulasi yang mengatakan setiap kapal tidak boleh membuang jangkar sembarangan, tapi harus ikuti aturan. ”Buat sistem yang hebat kalau tanpa perawatan itu juga tidak bisa. Jadi harus ada biaya perawatan juga. Ini sudah sangat wajar dan wajib di bangun di Papua Barat,” tegasnya.
Kasus kerusakan karang terus terjadi di raja Ampat, padahal itu pusat pariwisata. Ketertarikan wisatawan ke Raja Ampat makin tinggi. Pemerintah ijinkan 66 kapal per tahun, juga membuka ijin single trip. Hampir 170 kapal besar yang teridentifikasi yang keluar masuk Raja Ampat.
Banyak pihak ingin berkontribusi mendukung Mooring System di Papua Barat, namun masih kesulitan menentukan siapa yang menjadi pemimpinnya. Jadi, diharapkan melalui workshop ini dapat menghasilkan ide-ide yang dapat menjadi aksi nyata untuk mewujudkan West Papua Mooring System melalui pembentukan kelembagaan dan pendukung lainnya.(ab)