UU BUMN Jadi Acuan Penting dalam Pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PLN

Dr. Asep Kurniawan Cakraputra, S. H., M. H. selaku Koordinator pada Kejaksaan Tinggi Banten

JAYAPURA,FP.COM – Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pijakan hukum fundamental dalam pengelolaan BUMN, termasuk dalam proses pengadaan barang dan jasa. Dalam kegiatan bersama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Maluku dan Papua (UIP MPA) dan PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Papua dan Papua Barat (UIW P2B) yang berlangsung di Jayapura pada Kamis (17/10).

Asep Kurniawan Cakraputra, selaku Koordinator pada Kejaksaan Tinggi Banten menegaskan urgensi pengacuan kepada UU BUMN dalam setiap kegiatan pengadaan.

Read More
iklan

“UU BUMN mengatur secara rinci prinsip-prinsip pengelolaan BUMN, termasuk akuntabilitas dan transparansi. Oleh karena itu, setiap kegiatan pengadaan di BUMN harus berlandaskan ketentuan dalam undang-undang tersebut,” ungkap Asep.

Salah satu implementasi penting dari UU BUMN dalam pengadaan adalah penerapan alat ukur kinerja seperti Board Satisfaction Index dan mekanisme evaluasi vendor secara berkala. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pengadaan berjalan secara objektif dan transparan, serta meningkatkan kualitas hasil yang diperoleh.

Sebagai perpanjangan tangan pemerintah, BUMN memiliki peran strategis dalam pembangunan nasional.

“Oleh karena itu, pengawasan yang ketat sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penyimpangan,” ujar Asep.

Asep menyoroti beberapa poin penting dalam pemaparan materinya:

  1. Definisi BUMN: UU Nomor 19 Tahun 2003 secara jelas mendefinisikan BUMN sebagai badan usaha yang mayoritas modalnya dimiliki oleh negara, yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan publik dan mendukung pembangunan ekonomi.
  2. ⁠Prinsip Akuntabilitas
  • Board Satisfaction Index: Alat ukur kinerja individu dan kelompok dalam proses pengadaan, bertujuan untuk menilai efektivitas dan efisiensi.
  • Evaluasi Vendor: Proses berkala untuk memastikan bahwa vendor memenuhi standar kualitas yang ditetapkan, guna menghindari masalah di masa mendatang.
  • Kontrak Berjenjang: Mekanisme kontrak yang lebih terstruktur untuk meningkatkan akuntabilitas dan pengawasan.
  • Laporan Evaluasi Kinerja Individu (LEPI): Laporan komprehensif yang merinci hasil evaluasi kinerja pengadaan.
  1. Prinsip Pertanggungjawaban:
  • Surat Keputusan Direksi: Penegasan tanggung jawab direksi dalam pengelolaan pengadaan barang dan jasa.
  • Mekanisme Sanggah: Saluran untuk menyampaikan keberatan atau ketidakpuasan terhadap proses pengadaan.
  1. Tantangan yang Dihadapi BUMN:
  • Menyeimbangkan Pelayanan Publik dengan Tujuan Keuangan: BUMN harus mampu memberikan layanan yang optimal sambil tetap menjaga kesehatan finansial.
  • Mengelola Kepercayaan Stakeholders: Pentingnya membangun dan menjaga kepercayaan dari berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat dan investor.
  • Menghadapi Dinamika Lingkungan Bisnis: BUMN harus adaptif terhadap perubahan cepat dalam lingkungan bisnis dan teknologi.
  • Pengelolaan Grup BUMN: Tantangan dalam menciptakan sinergi dan koordinasi antar BUMN dalam suatu grup untuk mencapai tujuan bersama.

Asep menekankan bahwa dengan mengikuti prinsip-prinsip yang tertuang dalam UU BUMN, diharapkan proses pengadaan di BUMN, khususnya PLN, dapat berlangsung lebih transparan, akuntabel, dan efisien. Hal ini diharapkan akan berdampak positif pada kinerja keuangan BUMN serta kontribusinya terhadap pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Dengan kerja sama yang solid antara Kejaksaan Agung dan PLN, diharapkan pengawasan dan pengelolaan pengadaan barang/jasa dapat diperkuat, sehingga BUMN dapat terus berfungsi sebagai pilar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *