JAYAPURA, FP.COM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Papua menggelar lomba cipta karya lagu pariwisata dan ekonomi kreatif 2023. Secara resmi, kompetisi yang baru pertama kali diadakan Disbudpar Papua ini telah dibuka pada Jumat (18/8/23) di aula Hotel Numbay, Dok V, Jayapura.
Sekretaris Disbudpar Provinsi Papua Amelia Ondikeleuw mengatakan, lomba bertajuk “suara Tanah Papua” ini merupakan bagian dari momem ulang tahun kemerdekaan dan juga hari pariwisata dunia pada September mendatang. Tujuannya untuk mengangkat potensi kebudayaan, pariwisata dan ekonomi kreatif di seluruh provinsi, kabupaten, dan kota se-Tanah Papua.
“Pulau kita, Tanah Papua, memiliki keindahan panorama alam, pantai, sungai, danau, hingga pegunungan yang eksotik. Melihat hal tersebut maka kita harus mempromosikan dan memperkenalkan kepariwisataan kita melalui lagu, video, dan kreasi konten dengan tujuan memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang nilai-nilai seni, budaya dan kepariwisataan yang ada di dalam masyarakat Papua yang multi kultur, jelas Amelia.
Dengan ajang ini pula diharapkan menjadi ruang bagi para kreator, seniman, maupun komponis untuk berkarya menggunakan etniksitas Papua demi perlindungan, pengembangan, dan kemajuan kebudayaan. Amelia juga meminta agar para peserta menjaga sportivitas dan originalitas karya masing-masing.
Menurut ketua panitia lomba, Golda Youwe, para peserta merupakan masyarakat umum pelaku seni musik di Tanah Papua, meliputi Provinsi Papua, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
“Jumlah peserta 55 orang. Peserta ada yang hadir dalam rapat dan ada yang mengikuti secara daring,” jelas Golda.
Ditemui Fokus Papua, Ketua dewan juri, Xenocrates Nanthi, mengatakan bahwa pembukaan ini dilanjutkan dengan technical meeting (rapat teknis). Penekanan utama dalam rapat itu yakni penggunaan notasi angka dan notasi balok. Ini dimaksudkan agar musik Papua bisa berkompetisi hingga tingkat Internasional.
“Nah, di sini, hal penting yang memang ditekankan itu, tentang notasi angka dan notasi balok. Notasi angka dan notasi balok orang Papua minim.”
“Dengan kegiatan ini, pemerintah bisa melihat dan pemerintah bisa memberi masukan bahwa kita punya anak-anak Papua perlu diberikan pendidikan itu supaya mereka bisa menulis notasi angka dan notasi balok agar mereka bisa berkarya di tingkat provinsi, nasional bahkan dunia,” ujar Xeno.
Dewan juri meminta, perlombaan dua kategori, vocal dan instrument, membawa kreasi asli Papua. Menampilkan notasi dan instrumen asli Papua sekalipun harus dikolaborasikan dengan instrumen lain.
Xeno mengungkap, secara garis besar, tangga nada di Papua masuk dalam kategori etnisitas yang dikenal dengan notasi pentatonis atau lima nada. Tangga nada pentatonis atau disebut juga pentatonic scale adalah salah satu jenis tangga nada yang biasa dipakai oleh masyarakat. “Dalam notasi Papua itu tidak ada notasi fa dan si.”
“Kategori yang masuk dalam notasi barat itu notasi diatonis yaitu tujuh (7) notasi (do, re, mi, fa, sol, la, si, do) dan ada 12 notasi (kromatis). Jadi, setiap notasi berjarak setengah. Dalam lomba ini, silakan peserta memunculkan itu karena kami nilai juga,” tambah Xeno. (*)