Insentif Nakes Belum Dibayarkan, Begini Penjelasan Manajemen RSUD Abepura

Dokter Minhas Matturungan (Kepala Bidang Yanmed RSUD Abepura)

ABEPURA, FP.COM – Dalam beberapa hari belakangan, santer kabar menyebutkan, Provinsi Papua masuk daftar 19 provinsi yang belum membayarakan insentif tenaga kesehatan (nakes). Salah satu rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Papua, RSUD Abepura, tak menutupi hal ini. Manajemen rumah sakit melalui Kepala Bidang Pelayanan Medik, dr. Minhas Matturungan, mengakui hal itu. Bahkan masih terdapat insentif tenaga kesehatan yang belum dibayarkan tahun lalu sebesar 15,5 miliar rupiah.

Read More
iklan

“Jadi untuk insentif nakes kami baru dibayarkan di bulan Mei, Juni 2020, jadi ada kekurangan bulan Juli sampai sekarang itu belum dibayarkan”, ungkap Minhas dalam pemaparannya di depan Dewan Pengawas RSUD Abepura yang terdiri atas Elia Loupatty, Ishak Tukayo, dan Iwanggin S. Olif, Kamis (15/7/21).

Tim verifikator RSUD Abepura telah membuat daftar estimasi rekapan insentif yang sampai bulan Juli ini belum dibayarkan.

“Kami estimasikan kalau sampai di bulan Juli ini pun belum terbayarkan, maka dari Januari-Desember totalnya dengan nilai Rp. 21.120.000.000,-. (insentif nakes tahun 2021). Sementara dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 17 juga memberi sinyal akan ada pembayaran bagi tim vaksinasi sehingga kami estimasikan dari Januari-Juli total Rp. 350.000.000 (belum dibayarkan) untuk tim vaksinasi.”

Minhas memastikan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, namun pihak kementerian menyatakan tak lagi menanggung pembayaran insentif tersebut.

“Kami berkoordinasi langsung dengan kementerian dan diberitahu bahwa di PMK 17 tahun 2021, insentif tersebut bukan lagi dibayarkan dari kementerian, jadi akan dibayarkan dari dana SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahun 2020 yang di Provinsi Papua, APBD sisa dana bagi hasil dan refocusing 8 persen.”

Ia menjelaskan, berbeda dengan rumah sakit swasta atau rumah sakit milik TNI-Polri yang dibayarkan langsung oleh kementerian ke rekening masing-masing, rumah sakit milik pemerintah harus melalui dinas kesehatan provinsi.

Selanjutnya, kata Minhas, RSUD Abe berkoordinasi dengan Pemprov Papua. “Kemarin kami sudah diminta data dari BPKAD yang kekurangan ini akan dimasukkan di dalam DPA Perubahan, jadi kami mohon teman-teman tetap bersabar.”

Tak hanya soal insentif, ada pula tuntutan petugas di rumah sakit yang disebut dana BTT BNPB (Belanja Tidak Terduga), kerap diistilahkan “uang lelah”. BTT ini diperuntukkan bagi tenaga penunjang yang bekerja berhadapan langsung dengan pasien Covid-19 seperti petugas instalasi gizi, administrasi, bahkan sampai cleaning service.

“Uang lelah BTT yang sudah dibayarkan bulan Maret Rp. 177.821.700 dan bulan April Rp. 499.704.771,- total yang belum dibayarkan (Mei-Des), dalam rincian pengajuan Rp. 13.519.500.000.”

Ia berharap, dewan pengawas ikut membantu mengawal usaha ini sehingga bisa teralisasi di DPA Perubahan.

Suasana diskusi antara Manajemen RSUD Abepura dengan Dewan Pengawas di Aula RSUD Abepura, Kamis (15/7)

Anggota dewan pengawas RSUD Abepura, Elia Loupatty, merasa prihatin dengan situasi ini. Ia menyayangkan prosedur yang justru mengganjal pembayaran insentif.  

“Saya kira kalau petunjuk teknis kementerian kesehatan jelas, jangan terlalu proseduril-lah, yang penting tepat sasaran, tepat orang, dan tepat jumlah,” katanya.

“Karena ini sifatnya darurat, teman-teman harusnya cepat menikmati insentif dari risiko-risiko yang mereka lakukan,” tambah Loupatty. (*)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *