JAYAPURA, FP.COM – Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang saat ini melanda hampir semua negara di dunia tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan, tetapi juga memberikan efek domino pada aspek sosial, ekonomi, dan keuangan. Ancaman resesi dan stabilitas sistem keuangan akibat pandemi ini mendorong setiap negara mengambil langkah extraordinary, sehingga193 negara telah mengeluarkan total stimulus sebesar US$8 triliun atau hampir setara dengan 10 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global untuk menyelamatkan perekonomian negara.
Di Indonesia, pemerintah mengalokasikan dana dukungan fiskal sebesar 2,5 persen dari PDB (Rp. 695,2 trilun) sebagai biaya penanganan Covid-19 yang meliputi aspek: kesehatan, perlindungan sosial, dunia usaha, dan Pemda dalam menghadapi wabah Covid-19 ini (Kemenkeu, 2020)
Aspek kesehatan dan sosial sangat dipengaruhi dan didukung oleh faktor ekonomi, sementara roda perekonomian bergerak karena ada dua (2) kekuatan, yaitu permintaan (demand) dan penawaran (supply). Kebijakan pembatasan sosial untuk mengurangi penyebaran Covid-19 ini secara otomatis memberikan dampak yang serius pada 2 sisi permintaan dan penawaran ini karena menyebabkan berhentinya banyak aktivitas ekonomi dan turunnya kinerja ekonomi.
Karena itu, dalam menjaga pertumbuhan ekonomi masyarakat, Pemerintah telah menyiapkan program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) agar bisa memulihkan perekonomian, menjaga keseimbangan sisi permintaan dan penawaran, serta keseimbangan sisi produksi dan konsumsi untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Salah satu kebijakan penting pemerintah dalam program PEN adalah adanya fleksibilitas APBN 2020 untuk merespon kondisi darurat, antara lain dengan adanya pelebaran nilai defisit dalam APBN sebesar lebih dari 3 persen dari PDB. Kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat penanganan Covid-19 dan menyelamatkan perekonomian dari ancaman krisis.
Program PEN yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 Tahun 2020 dirancang untuk memulihkan ekonomi Indonesia dengan melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin serta mendukung dunia usaha agar tidak makin terpuruk, salah satunya pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Sektor UMKM menjadi salah satu fokus karena memiliki kontribusi sebesar 60,3 persen dari total PDB Indonesia. Selain itu, UMKM juga menyerap 97 persen dari total tenaga kerja dan 99 persen dari total lapangan kerja (Kemenkeu, 2020).
Dalam Program PEN, Pemerintah mengalokasikan total anggaran sebesar Rp 123,46 triliun sebagai insentif dukungan kepada sektor UMKM dalam bentuk:
- Subsidi bunga kredit UMKM
- Penempatan Dana untuk Restrukturisasi
- Belanja Imbal Jasa Penjaminan
- Penjaminan untuk Modal Kerja
- PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP)
- Pembiayaan Investasi kepada Koperasi melalui Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir Kemenkop UKM
Pemberian subsidi bunga kredit kepada debitur pelaku UMKM terdampak Covid-19 dilakukan dengan relaksasi pembayaran angsuran kredit. Pinjaman UMKM yang dapat dilakukan relaksasi adalah pinjaman dengan plafon paling tinggi Rp10 miliar. Relaksasi ini tidak hanya diberikan kepada debitur dengan pinjaman program UMKM dari pemerintah seperti: KUR, Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), pinjaman UMKM Pemda, dan program-program dana bergulir lainnya, namun juga dapat diberikan kepada pinjaman/kredit komersial dari perbankan, koperasi, lembaga pembiayaan, bahkan UMKM Online.
Namun demikian, perbankan/perusahaan pembiayaan yang mendapat fasilitas relaksasi ini merupakan penyalur kredit/pembiayaan yang terdaftar di OJK, mengajukan relaksasi kepada Pemerintah, serta menyatakan kesediaannya untuk mengikuti prosedur yang berlaku. Kriteria dan tata cara pemberian subsidi bunga kepada UMKM ini diatur lebih lanjut diatur dalam PMK Nomor 65 /PMK.05/2020.
Untuk mendukung stabilitas ekonomi dan menjaga keseimbangan fiskal dan moneter, kebijakan dukungan kepada UMKM ini dilakukan dengan bersinergi antara pemerintah melalui Kementerian Keuangan bersama dengan BI dan OJK. Rincian program dukungan kepada sektor UMKM pada masa Covid-19 ini meliputi:
- PPh final 0,5 persen (PP 23/2018) ditanggung pemerintah untuk pelaku UMKM. Wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak dan pemotong pajak tidak melakukan pemotongan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM.
- Insentif poin 1 diberikan untuk masa pajak April 2020 hingga September 2020. Pengajuan permohonan insentif dapat dilakukan secara online melalui www.pajak.go.id.
- Subsidi bunga/subsidi margin diberikan kepada debitur usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, dengan plafon kredit/pembiayaan paling tinggi Rp10 miliar, dalam jangka waktu paling lama 6 bulan. Mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei 2020.
- Kriteria penerima subsidi bunga/subsidi margin: (1) memiliki baki debet kredit/pembiayaan s.d. 29 Februari 2020; (2) tidak termasuk dalam Daftar Hitam Nasional; (3) memiliki kategori performing loan lancar (kolektibilitas 1 atau 2) dihitung per tanggal 29 Februari 2020; dan (4) memiliki NPWP atau mendaftar untuk mendapatkan NPWP.
- Bagi debitur yang memiliki beberapa akad kredit/pembiayaan kumulatif sampai dengan Rp500 juta, subsidi bunga/subsidi margin diberikan untuk paling banyak 2 akad kredit/pembiayaan.
- Bagi debitur yang memiliki beberapa akad kredit/pembiayaan kumulatif Rp 500 juta s.d. Rp 10 miliar, subsidi bunga/subsidi margin diberikan untuk paling banyak 1 akad kredit/pembiayaan.
- Besaran subsidi bunga/subsidi margin untuk debitur dari lembaga penyalur program kredit pemerintah dengan plafon kredit/pembiayaan: (1) s.d. Rp 10 juta paling tinggi 25 persen selama 6 bulan; (2) Rp10 juta s.d. Rp 500 juta sebesar 6persen selama 3 bulan pertama dan 3 persen selama 3 bulan berikutnya; dan (3) Rp 500 juta s.d. Rp10 miliar sebesar 3 persen selama 3 bulan pertama dan 2 persen selama 3 bulan berikutnya.
- Besaran subsidi bunga/subsidi margin untuk debitur dari perbankan atau perusahaan pembiayaan dengan plafon kredit/pembiayaan: (1) s.d. Rp500 juta sebesar 6 persen selama 3 bulan pertama dan 3 persen selama 3 bulan berikutnya; dan (2) lebih dari Rp 500 juta s.d. Rp 10 miliar sebesar 3 persen selama 3 bulan pertama dan 2 persen selama 3 bulan berikutnya.
- Restrukturisasi KUR berupa perpanjangan jangka waktu KUR, penambahan limit plafon KUR, dan/atau penundaan pemenuhan persyaratan administratif dalam proses restrukturisasi sampai dengan berakhirnya masa darurat COVID-19.
- Relaksasi debitur Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) berupa: (1) penundaan kewajiban pokok bagi debitur dengan akad pembiayaan s.d. 4 Juni 2020; (2) pemberian masa tenggang pembayaran kewajiban pokok bagi debitur dengan periode akad 4 Juni 2020 s.d. 30 November 2020; (3) periode relaksasi mulai Maret s.d. Desember 2020; (4) jangka waktu relaksasi maksimal 6 bulan.
- Relaksasi pemenuhan persyaratan administrasi dalam proses pengajuan KUR berupa penundaan sementara penyampaian dokumen administrasi sampai dengan berakhirnya masa darurat COVID-19.
- Relaksasi syarat administratif dan kecepatan pemberian Pembiayaan UMi, serta kemudahan dan perluasan penyaluran Pembiayaan UMi. (Sumber: kemenkeu.go.id; PMK Nomor 65 /PMK.05/2020)
Dukungan dan intervensi pemerintah pada sektor UMKM pada Program PEN selain bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan ekonomi debitur, juga untuk menjaga stabilitas dan likuiditas keuangan pada Perbankan/Lembaga Pembiayaan. Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar pinjaman UMKM tersebut bersumber dari dana masyarakat yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh masyarakat.
Kebijakan pembatasan sosial (social distancing) yang diberlakukan untuk menghambat penyebaran Covid-19 telah memberikan dampak signifikan pada risiko perlambatan ekonomi. Namun dengan adanya dukungan dalam Program PEN ini, risiko perlambatan usaha tersebut diharapkan dapat dimitigasi agar tidak berdampak sistemik dan menimbulkan kepanikan sehingga stabilitas ekonomi masyarakat sebagai penyokong utama pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga. (*)
*Oleh Rochmat Basuki. Penulis adalah Kepala Seksi Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II A di Kanwil Ditjen Perbendaharaan Papua