JAYAPURA, FP.COM – Tahun 2021 BKKBN Perwakilan Papua telah menyelesaikan pendataan keluarga (PK) 2021 di Bumi Cenderawasih. Mulai dari data perkawinan, kelahiran anak, kondisi rumah keluarga dan data risiko keluarga stunting. Pendataan ini dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 1 April- 31 Mei 2021.
BKKBN Perwakilan Papua berhasil mendata sebayak 485.061 keluarga atau kurang lebih 61,23 persen dari target. Data tersebut mencakup individu, keluarga, baik mengenai umur, perkawinan, jumlah anak, kesertaan ber-KB, kondisi rumah, serta data keluarga risiko stunting. Data akan dipergunakan dalam penetapan sasaran program berupa data keluarga by name by address.
“Lewat data keluarga ini, kita di Provinsi Papua, ada tiga Kabupaten mendapat rumah layak huni kurang lebih 800 unit yang akan dibangun di Kabupaten Nabire, Dogiyai dan Deyai,” ujar Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua Nerius Auparay dalam laporannya pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Bangga Kencana, Rabu (30/03/22) yang bertempat di salah satu hotel di bilangan distrik Heram Kota Jayapura.
Ia juga menyampaikan, sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021, 5 Agustus 2021, tentang percepatan penurunan stunting, BKKBN Provinsi Papua sebagai pelaksana telah membentuk tim pendamping keluarga. Kurang lebih 17.469 tenaga yang telah ditraining oleh dari bulan November-Desember 2021.
Dalam Rakerda yang mengusung tema: penguatan program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting melalui sektor optimalisasi sumber daya dan konvergensi lintas sektor ini, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan beberapa lembaga dalam rangka upaya penurunan stunting. Di antaranya dengan Kementerian Agama Provinsi Papua tentang penguatan pendampingan bagi remaja, calon pengantin dan keluarga muda dalam rangka pencegahan perkawinan anak dan penurunan stunting.
Lalu, kesepahaman dengan pihak kampus tentang mahasiswa peduli stunting, mewujudkan SDM Papua yang unggul dan tangguh. Universitas yang dimaksud seperti Yapis Papua, FKIP Uncen, FKM Uncen, Fakultas Kedokteran Uncen. Ada pula penandatanganan nota kesepahaman dengan Kwartir Daerah Provinsi Papua tentang Gerakan Pramuka cegah pernikahan di bawah umur dan peduli stunting dalam mewujudkan SDM Papua masa depan yang unggul dan tangguh, serta pembetukan Dapur Sehat Atasi Stunting Dahsyat serentak di Kampung KB se-Provinsi Papua yang secara simbolis diwakili oleh kepala Kampung Puay Kabupaten Jayapura.
Staf Ahli Gubernur Papua Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Elsye Rumbekwan dalam sambutannya berharap, semua pihak dapat saling bahu-membahu menuntaskan permasalahan stunting di Bumi Cenderawasih.
“Saya berharap kita semua terlibat dalam memberikan sumbangsih pikiran dan masukan dalam program di kampung keluarga berkualitas sehingga melalui itu kita sama-sama memerangi stunting di Provinsi Papua.”
“Juga akan dibentuk Kelompok Dahsyat, manfaat dari kelompok ini untuk mengelola makanan yang bergizi tinggi berbahan baku lokal untuk bisa dikonsumsi pada keluarga-keluarga yang rentan stunting. Sehingga kekurangan gizi seperti wasting (kurus) dan stunting (pendek) pada balita, anemia pada remaja dan ibu hamil serta yang kelebihan gizi termasuk obesitas pada anak balita dapat kita cegah sedini mungkin,” sambung Elsye.
Rakerda ini diikuti sekitar 200 peserta, secara daring maupun luring. Para pemateri terdiri dari Deputi Pengendalian Penduduk, Bappeda Provinsi Papua, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Provinsi Papua, Dinas PUPR Provinsi Papua, Kementerian Agama Provinsi Papua dan dari Unicef Kantor Wilayah Papua.
Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN RI Dwi Listyawardani saat ditemui usai pembukaan Rakerda menjelaskan indikator yang berpengaruh dalam penurunan stunting.
“Ada beberapa indikator yang sebetulnya secara langsung atau tidak langsung itu ikut menurunkan angka stunting, yang pertama misalnya dalam pengaturan kelahiran ini sangat penting, merencanakan kapan hamil, jarak kelahiran, itu sangat berkaitan dengan kualitas anak yang dilahirkan.”
Caranya, ujar Dwi, di antaranya pakai KB, atau program seperti Bina Keluarga Balita, Posyandu, PAUD dan Bangga Kencana sendiri.
Masih menurut Dwi, dengan angka prevalensi 29,5 persen di Provinsi Papua, kondisi geografis yang sulit sebagai kendala pendataan di Papua.
“Di Papua ini, tantangannya adalah wilayah, di mana ada wilayah pegunungan, kita nggak tahu ada anak stunting di sana atau tidak.”
Menurutnya, semestinya setiap bayi harus diukur panjang dan beratnya, sementara mereka sulit dijangkau.
Kepala Perwakilan BKKBN Papua Nerius Auparay berharap, dari Rakerda ini semua pihak dapat bekerja keras dan tetap fokus juga terhadap program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional).
“Harapan kami, dengan rakerda ini, hal-hal yang berkaitan dengan penanganan stunting di Provinsi Papua kita semua berkolaborasi untuk penanganan stunting di Provinsi Papua sehingga target dari Bapak Presiden bahwa di tahun 2024 angka prevalensi stunting di Indonesia harus turun menjadi 14 persen,” katanya.
Nerius sendiri mengakui, khusus Papua, target dari Presiden itu cukup berat. Yang paling realistis, kata Nerius, adalah 16 persen.
“Saya hitung-hitung, kita di Papua itu mungkin tidak bisa sampai dengan 14 persen karena kita baru memulai. Jadi, saya hitung, paling kita cuma sampai 16 persen, itu pun kalau kita berkolaborasi dan kerja keras karena ini tinggal dua tahun lagi,” kilahnya.
Ia juga menekankan jika Rakerda tahun 2022 ini difokuskan untuk program percepatan penurunan stunting, namun tidak melupakan program pembangunan kependudukan dan keluarga berencana nasional. (*)