JAYAPURA, FP.COM – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Papua melalui Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan menggelar kegiatan pelatihan dan pembinaan terhadap Juru Pelihara (Jupel) cagar budaya tingkat Provinsi Papua di salah satu hotel di bilangan Kotaraja. Pelatihan ini digelar selama empat hari, 3-6 Juli 2023.
Di Papua, saat ini terdapat 15 cagar budaya yang tersebar di Kota Jayapura, Kabupaten Kabupaten Jayapura, Sarmi, Biak Numfor, Supiori, Waropen dan Kepulauan Yapen. Kegiatan ini diikuti oleh 30 orang peserta yang berasal dari kabupaten/kota tersebut.
Usai pembukaan, Sekretaris Disbudpar Papua Amelia Ondikeleuw, kepada awak media, menyebut kegiatan ini sebagai salah satu upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya yang diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat pemilik budaya dan masyarakat sekitar kawasan.
“Dengan mengelola cagar budaya secara baik, kita akan memperoleh nilai ekonomi dari situ. Kita harapkan situs-situs ini bukan saja menjadi tempat orang datang untuk melihat sejarah, tapi bagaimana ada daya tarik lain yang dikembangkan dan kami akan fasilitasi itu ke depannya,” ujar Amelia.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXII Desy Usmany mengatakan, dengan terlaksananya kegiatan ini, cagar budaya yang ada di Papua akan mengalami peningkatan dalam hal pengelolaan dan pelestariannya yang kemudian akan dikemas semenarik mungkin agar mampu dipromosikan kepada khalayak.
“Yang akan saya ajarkan ini bagaimana mereka melindungi situs yang mereka jaga selama ini. Bagaimana merawat, mengelolanya dengan baik, termasuk di dalamnya membuat laporan setiap bulan untuk perkembangan pemeliharaan itu sendiri.”
“Kenapa laporan ini penting, karena kami dari balai biasanya ada konservasi, nah bagaimana kami mau lakukan itu kalau tidak ada laporan dari bawah, dari para juru pelihara ini. Mereka inilah ujung tombak dari cagar budaya itu sendiri,” sambung Desy.
Lebih lanjut Desy menyebut cagar budaya selain berguna bagi pendidikan juga berguna bagi pengembangan pariwisata suatu daerah, untuk itu pihaknya mendorong agar para juru pelihara yang notabene pemilik hak ulayat atas warisan budaya yang ada perlu didukung agar melihat prospek menjanjikan dari pengelolaan cagar budaya seperti Candi Borobudur misalnya. Kemudian Papua seperti Goa Abyab Binsari di Biak (Goa Jepang).
“Dalam pengelolaan situs informasi kita butuhkan. Situs cagar budaya ini punya sejarah apa. Lalu informasi ini juga penting ketika akan dilakukan penanganan pemeliharaan, misalnya yang pra sejarah dan koloni itu beda penanganannya, maka pendataan diperlukan. Pemasangan plang harus dilakukan bahwa di situ telah menjadi situs. Kita berharap kalau para juru pelihara ini sudah mengerti nanti kita bisa lihat hasilnya dari kunjungan wisatawan contohnya Borobudur, kalau di Papua kita lihat Goa Abyab Binsari itu sekarang ramai sekali di kunjungi,,” pungkas Desy. (*)